BERITA

Anak Sakit, Petani Satumin Ajukan Penangguhan Penahanan

Anak Sakit, Petani Satumin Ajukan Penangguhan Penahanan

KBR, Banyuwangi - Satumin, seorang petani asal Desa Bayu, Banyuwangi, Jawa Timur yang didakwa merusak hutan lindung di Kawasan Pemangku Hutan (KPH) Banyuwangi Barat, mengajukan penangguhan penahanan.

Salah satu tim Kuasa Hukum Satumin dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Surabaya Muhammad Rifai mengatakan, berkas permohonan penangguhan penahanan kliennya telah diserahkan ke mejelis hakim Pengadilan Negeri Banyuwangi.

Ia mengungkapkan, alasan permohonan penahanan tersebut lantaran anak Satumin, sakit. Bocah usia 4,5 tahun itu menurutnya langsung jatuh sakit sejak bapaknya ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan oleh Kejaksaan Negeri Banyuwangi. Bahkan, hingga kini anak Satumin masih dirawat di Puskesmas Songgon.

Pertimbangan lain kata Rifai, Satumin merupakan tulang punggung keluarga. Sehingga penahanan terhadap kliennya itu berdampak terhadap perekonomian keluarga.

"Kami hari ini mengajukan permohonan penangguhan penahanan dengan harapan terdakwa bisa dilakukan penangguhan atau setidak-tidaknya pengalihan jenis penahanan. Tahanan kota misalnya, karena kondisinya keluarga itu sedang membutuhkan terdakwa anaknya sedang sakit," terang Muhammad Rifai di Banyuwangi, Kamis (16/8/2018).

"Mudah-mudahan nanti per Selasa, sekalian eksepsi sudah ada jawaban dari pengadilan," harapnya.

Rifai menambahkan, istri dan keluarga Satumin siap menjadi jaminan atas penangguhan penahanan tersebut. Selain itu, pihaknya juga memastikan Satumin tidak akan melarikan diri ataupun menghilangkan barang bukti.

Baca juga:

    <li><a href="http://kbr.id/headline/07-2018/petani_banyuwangi_ditahan_karena_dituduh_merusak_hutan/96703.html"><b>Petani Banyuwangi Ditahan Karena Dituduh Merusak Hutan Lindung</b></a><br>
    
    <li><b><a href="http://kbr.id/berita/03-2017/tebang_pohon_di_tanah_sendiri__5_petani_cilacap_dipanggil_polisi/89018.html">Tebang Pohon di Lahan Sendiri, 5 Petani Cilacap Dipanggil Polisi</a></b><br>
    

Hadapi Dakwaan

Pada sidang Rabu (15/8/2018) di Pengadilan Negeri Banyuwangi, Jaksa Penuntut Umum mendakwa Satumin merusak hutan lindung di wilayah Kawasan Pemangku Hutan (KPH) Banyuwangi Barat. Dalam persidangan perdana itu Jaksa penuntut umum Mulyo Santoso menyebut Satumin melanggar Undang-Undang tentang Pencegahan dan Pemberantasan, Perusakan Hutan (P3H).

Petani usia 43 tersebut dianggap menanam di kawasan hutan lindung petak 1 D KPH Banyuwangi Barat tanpa seizin Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan.

"Perbuatan terdakwa telah melanggar pasal 92 ayat 1 hurup A juncto pasal 17 ayat 2 huruf B Undang-Undang Nomor 18 tahun 2013 tentang pencegahan dan pemberantasan perusakan hutan. Atau kedua, perbuatan terdakwa melanggar pasal 92 ayat 1 huruf B juncto pasal 17 ayat 2 huruf A Undang-Undang Nomor 18 tahun 2013 tentang pencegahan dan pemberantasan perusakan hutan," kata Mulyo Santoso saat membacakan berkas dakwaan di Pengadilan Negeri Banyuwangi, Rabu (15/8/2018).

Menurut jaksa, berdasar peraturan, setiap orang yang hendak memanfaatkan lahan di kawasan hutan lindung harus terlebih dahulu mengantongi izin Menteri Kehutanan.

Jaksa juga menganggap Satumin bersalah karena tak menanam jenis tanaman keras. Sehingga jika kemarau panjang berpotensi kekeringan karena tak ada serapan air. Sedangkan saat penghujan tiba dikhawatirkan akan mengakibatkan banjir.

Baca juga:

    <li><b><a href="http://kbr.id/berita/05-2017/ratusan_orang_ajukan_penangguhan_penahanan__korban_tukar_guling_semen_indonesia/90195.html">Ratusan Orang Ajukan Penangguhan Penahanan Petani Korban Tukar Guling Semen Indonesia</a></b><br>
    
    <li><a href="http://kbr.id/berita/07-2018/petani_banyuwangi_tolak_wongsorejo_jadi_kawasan_industri/96520.html"><b>Petani Banyuwangi Tolak Wongsorejo Jadi Kawasan Industri</b></a>&nbsp;<br>
    

Dalam kasus ini, jaksa juga menunjukkan barang bukti dari hasil penyitaan. Di antaranya 200 pohon kopi dan 3 kilogram jahe yang ditanam Sutamin.

Sementara itu, Salah satu tim Kuasa Hukum Satumin dari LBH Surabaya, Muhammad Rifai menilai dakwaan jaksa terhadap kliennya, kabur. Karena  dalam Undang-Undang P3H, yang dimaksud setiap orang adalah mereka yang terorganisir lebih dari dua orang.

Sementara dalam dakwaan, JPU hanya menyebutkan Satumin yang melakukan perusakan hutan lindung. Rifai berharap, majelis hakim jeli mencermati hal tersebut sehingga saat putusan sela nanti bisa menolak dakwaan jaksa.

Sidang kasus dugaan perusakan hutan lindung ini dilanjutkan Selasa (21/8/2018) pekan depan dengan agenda mendengarkan pembacaan eksepsi atau pembelaan dari kuasa hukum terdakwa Satumin.

Satumin, petani asal Desa Bayu itu ditahan pada pengujung Juli 2018. Ia dituduh merusak hutan di kawasan Perhutani Banyuwangi barat. Satumin pertama kali bertani di wilayah hutan produksi yang dikelola Perum Perhutani Banyuwangi Barat, 1995 silam. Pada tahun itu, izin menanam didapatnya secara lisan.

Satumin bercocok tanam di lahan juga atas imbauan petugas Perhutani. Macam-macam yang ia tanam, beralih mulai dari jahe dan cabai, hingga buah-buahan seperti alpukat dan durian, diselingi jengkol dan mahoni.

Pada akhir 2009, dalam sebuah rapat kelompok kerja, petugas Perhutani juga mengimbau petani menanami lahan yang gundul. Dan mempersilakan jika ada yang ingin menanam buah-buahan. Di mana kelak, buah itu bisa dipanen tanpa menebang pohonnya.

Hingga pada Januari 2018, empat polisi hutan menangkapnya saat tengah berladang dan hendak memanen jahe. Kasus Satumin naik ke penyidikan pada 18 Januari 2018 atas tuduhan berkebun tanpa izin di hutan lindung. Dua pekan setelah itu, terbit surat pernyataan dari Kepala Desa Bayu yang menerangkan bahwa Satumin mengakui perbuatannya yang melanggar hukum dan, berjanji takkan mengulangi.

Baca juga:

    <li><b><a href="http://kbr.id/berita/04-2013/uu_kelestarian_hutan_ancam_masyarakat_adat/33712.html">Undang-Undang Kelestarian Hutan Ancam Masyarakat Adat</a><br>
    
    <li><b><a href="http://kbr.id/nusantara/01-2018/aksi_warga___banyuwangi_dihancurkan__dimulai_dari_tambang_tumpang_pitu_/94658.html">Aksi Warga:"Banyuwangi Dihancurkan Mulai dari Tambang Tumpang Pitu"</a>&nbsp;</b><br>
    



Editor: Nurika Manan

  • petani
  • petani Banyuwangi
  • Satumin
  • kriminalisasi petani
  • ditahan karena menanam
  • banyuwangi

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!