HEADLINE

Tim Pendamping dan Eks Wakapolri Soroti Kelemahan Penyidik Polisi Kasus Novel Baswedan

Tim Pendamping dan Eks Wakapolri Soroti Kelemahan Penyidik Polisi Kasus Novel Baswedan


KBR, Jakarta - Tim pendamping Novel Baswedan makin pesimistis polisi bisa mengungkap peristiwa penyerangan air keras terhadap penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) itu.

Sorotan juga disampaikan bekas Wakil Kapolri Oegroseno.


Salah satu pendamping Novel, Haris Azhar mengatakan pesimisme itu makin terasa setelah Polri menyebut Kepolisian Australia AFP gagal menganalisa kamera pemantau atau CCTV yang merekam wajah terduga penyerang Novel.


Pernyataan polisi itu, kata Haris, kian menguatkan dugaan apabila polisi enggan menuntaskan peristiwa tersebut. Karena it, kata Haris Azhar, tim pendamping kembali mendesak agar Presiden Joko Widodo membentuk Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF) Perkara Penyerangan Novel Baswedan.


"Rasanya semakin hari kondisinya semakin menunjukan kalau polisi nggak mau kerja. Padahal sebetulnya polisi memiliki instrumen lain untuk mengungkap kasus ini. Bukan hanya lewat CCTV saja. Menurut kami, petunjuk-petunjuk itu sudah diperoleh secara lengkap oleh penyidik di kepolisian. Memang ada keraguan yang cukup bagi kami dan juga Novel untuk mengatakan bahwa rasa-rasanya tidak mungkin pertama-tama polisi yang mengungkapkan. Permasalahan ini seharusnya disupervisikan dengan TGPF," kata Haris di Jakarta, Selasa (15/8/2017).


Haris menambahkan, pembentukan TGPF diyakini mampu menjawab pertanyaan yang selama ini muncul. Misalnya, kenapa polisi kesulitan mengungkap perkara ini. Dengan pemetaan masalah melalui TGPF itu, kata Haris, pengungkapan kasus ini akan semakin transparan dan terkesan tidak ditutup-tutupi.


Baca juga:


Keraguan Eks Wakapolri


Sorotan juga disampaikan bekas Wakil Kapolri Oegroseno. Meski tidak mengikuti perkembangan penyidikan polisi secara detil, Oegroseno mempertanyakan kinerja penyidik dalam mengungkap kasus tersebut.


Oegroseno mengatakan berdasarkan pengalamannya penyidik harus betul-betul jeli terhadap setiap kejadian yang ada di sekitar tempat kejadian perkara alias TKP.


Upaya tersebut, kata dia, diyakini bisa membantu penyidik dalam mengungkap sebuah peristiwa yang sulit diungkap, dengan analisa kriminal.


"Kalau pengalaman saya saat waktu masih aktif dulu, TKP itu harus benar-benar jeli. Seperti contoh kasus waktu perampokan Bank CIMB di Medan. Itu tiap malam ke TKP. Itu kasus baru terungkap dalam 41 hari. Sebanyak 2/3 waktu dari 41 hari itu, atau sekitar 25 hari, tiap jam 12 malam sampai jam 2 dinihari kami berada di TKP. Kami terus-menerus melakukan analisa, harus seperti itu memang. Diulang-ulang. Gunakan analisa dulu," katanya.


Oegroseno menambahkan, seharusnya para penyidik mampu mengungkap kasus ini dengan waktu yang relatif singkat. Hal ini mengingat kualitas para penyidik saat ini yang dinilai lebih mumpuni dibandingkan dengan pada saat dirinya masih aktif.


"Sekarang penyidik-penyidik muda sudah jauh lebih andal, lebih maju apabila dibandingkan dengan kami yang dulu. Pengalaman belajar mereka saja sudah banyak yang sampai keluar negeri, belajar dengan FBI misalnya," kata dia.


Editor: Agus Luqman 

  • Novel Baswedan
  • penyerangan Novel Baswedan
  • teror novel baswedan
  • #novel baswedan
  • #Novelbaswedan
  • Novel Baswedan diserang
  • penyerangan Novel
  • kriminalisasi novel baswedan
  • sketsa penyerang Novel Baswedan
  • kasus penganiayaan novel
  • penyerangan terhadap Novel Baswedan

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!