HEADLINE

Sidang Reklamasi, Nelayan Minta Semua Proyek Reklamasi Dihentikan

Sidang Reklamasi, Nelayan Minta Semua Proyek Reklamasi Dihentikan
Ilustrasi: Reklamasi teluk Jakarta.



KBR, Jakarta- Nelayan Muara Angke mengeluh pasca proyek reklamasi di kawasan Pukau G, I, K, dan F  aliran limbah ke laut semakin sering muncul. Zelfi Edi Asmara, saksi sidang gugatan reklamasi dari pihak penggugat mengatakan setidaknya satu minggu sekali limbah berwarna merah atau putih susu muncul. Akibatnya, ikan-ikan tangkapan nelayan kini semakin langka.

Zelfi dan para nelayan lain menuntut agar penghentian pembuatan pulau tidak hanya berhenti untuk Pulau G saja.

"Kalau kami sebagai nelayan inginnya tidak hanya Pulau I, Pulau A, Pulau B, kalau bisa udahlah jangan dilanjutin. Itu aja. Karena apa? Nelayan mau kemana lagi kan?" Ujar Zelfi di Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta, Kamis (4/8).

Zelfi juga mengeluhkan perahu kecilnya yang tak bisa melaut terlalu jauh.

"Katanya pemerintah mau sejahterakan nelayan. Tapi faktanya di lapangan mau ngusir nelayan. Kita mau ke tengah perahu kita perahu kecil. Bagaimana? Ingin beli perahu besar ga ada duit. Kalau masalah muter enggaknya, jauh, ga ada masalah itu. Yang jelas kalau udah pulau itu dibangun, mutlak 90 persen saya yakin ga ada hasil tangkap. Tahu sendiri air udah ga kayak air laut lagi. Karena udah ketutup pulau. Dan apalagi tiap hari air kotor dari perusahaan itu dibuang." Keluhnya.

Zelfi tidak tahu limbah itu sisa apa. Bahkan dia tak mengerti darimana asalnya. Namun sebelum lebaran lalu, Zelfi mengatakan banyak ikan mati setelah limbah berwarna putih susu mengalir ke laut.

"Banyak ikan mati. Suku Dinas Kependudukan sempat telepon, datang ngecek. Katanya benar karena limbah. Kalau yang putih itu belum lama ini munculnya."

Hari ini, Zelfi menjadi saksi mewakili para nelayan  dalam sidang gugatan reklamasi Teluk Jakarta. Koalisi Selamatkan Teluk Jakarta menggugat Surat Keputusan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama(Ahok). SK tersebut memberi izin bagi 3 pengembang Pulau F, I, dan K untuk memulai proses reklamasi.

Tiga perusahaan pengembang pulau-pulau itu adalah PT Jakarta Propertindo, PT Pembangunan Jaya Ancol, dan PT Jaladi Kartika Pakci.


Sosialisasi


Saksi dari pihak penggugat proyek Pulau I, F, dan K reklamasi Teluk Jakarta mengaku tidak pernah disosialisasikan soal proyek reklamasi oleh pemerintah. Kepada hakim, nelayan Muara Angke, Zelfi Edi Asmara, mengaku mendapat informasi soal reklamasi dari televisi saat anggota DPRD DKI Jakarta, Sanusi, ditangkap KPK untuk kasus suap proyek reklamasi.


"Pemberitaan di televisi itu. Bahwa akan ada pembangunan reklamasi 17 pulau. Mungkin kalau saya ga lihat TV, ga akan tahu. Saya tahunya waktu di televisi aja. Bahwa Pulau A adanya di sini, lihat petanya aja, peta di televisinya aja," kata Zelfi di PTUN Jakarta, Kamis(4/8).


Zelfi mengatakan sebelumnya tidak pernah ada informasi baik dari RT, RW, Kelurahan, maupun pemerintah provinsi. Dia mengeluhkan hasil tangkapannya berkurang pesat setelah pulau-pulau reklamasi mulai dibangun. Sebelumnya, sepertiga penghasilan Zelfi bisa ditabungkan. Namun kini, penghasilan Zelfi tak menutup kebutuhan keluarganya sendiri.


Zelfi merupakan nelayan bubu sejak tahun 1995. Ia biasa menangkap ikan kerapu, sembilang, dan baronang di kawasan sekitar Pulau I, F, dan K. Ketiga pulau ini belum dimukai pembangunannya. Namun menurut Zelfi  ada penyemprotan pasir dalam rangka persiapan pembangunan. Penyemprotan ini merusak kualitas air sehingga ikan-ikan tangkapannya kebanyakan mati atau bermigrasi.



Zelfi dicecar dengan 49 pertanyaan terkait reklamasi. Agenda selanjutnya pihak penggugat akan kembali mendatangkan saksi lain. Rencananya sidang hari ini akan menghadirkan saksi lain dari pihak nelayan bernama Tukimin. Namun Tukimin berhalangan hadir karena isterinya sakit.


Editor: Rony Sitanggang

  • sidang reklamasi
  • nelayan teluk jakarta Zelfi Edi Asmara

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!