HEADLINE
Bekingi Narkoba, Mabes Polri Ancam Copot Aparat
KBR, Jakarta- Kepolisian Indonesia menunggu kejelasan identitas aparat kepolisian yang membekingi jaringan narkoba. Juru Bicara Polri, Boy Rafli, memastikan aparat yang bersangkutan akan dicopot dan diproses hukum.
Kata Boy, pemeriksaan internal masih menunggu pertemuan dengan Kontras.
"Ya kita butuh data, butuh identitas informasi. Kalau akurat, pasti kita tindak lanjuti. Pasti itu. Ngapain? Ga bagus itu untuk kesehatan organisasi," kata Boy di Gedung Rupatama Mabes Polri, Jumat(29/7).
Dia mengklaim sudah membuat janji dengan Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Tindak kekerasan (Kontras) Harris Azhar. Rencananya, pertemuan akan dilakukan minggu depan. Namun ia enggan merinci waktu pastinya
"Segera. Pak Haris sedang di luar kota. Saya ada janjian. (Kapan?) Ada aja."
Boy beralasan personil di tubuh internal Polri jumlahnya besar. Ini menyulitkan proses pemeriksaan internal jika tanpa identitas jelas.
Terkait keterlibatan oknum aparat di BNN, Boy mengatakan Polri sepenuhnya menyerahkan pemeriksaan awal di tubuh BNN sendiri. Begitupun dengan kabar bahwa BNN sempat pergi dengan Freddy Budiman ke salah satu pabrik narkoba di Tiongkok, namun tidak bertindak apapun. Dia mempersilakan BNN mencocokan sendiri kegiatan yang mereka lakukan bersama Freddy.
"BNN itu penyidikannya saya ga ngerti. Apa itu ada. BNN yangg cocokkan agendanya bersama Freddy ya."
Sebelumnya, Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak
Kekerasan (Kontras) Haris Azhar bercerita soal pengalamannya bertemu
dengan Freddy Budiman dan Kepala LP Batu Nusakambangan saat itu
Sitinjak, tahun 2014. Dalam kesempatan itu, Sitinjak bercerita kepada
Haris, petugas BNN meminta dua kamera CCTV yang mengawasi Freddy Budiman
dihilangkan. Ini menimbulkan pertanyaan di benak Haris, lantaran
Budiman masih bisa mengendalikan bisnis narkobanya meski mendekam di LP
Cipinang, Jakarta.
Haris juga bercerita tentang kesaksian Budiman, yang dalam menjalankan
bisnis narkobanya melibatkan pejabat negara mulai dari pejabat BNN
maupun Kepolisian.
“Dalam hitungan saya selama beberapa tahun kerja menyelundupkan narkoba,
saya sudah memberi uang Rp 450 miliar ke BNN. Saya sudah kasih Rp 90
miliar ke pejabat tertentu di Mabes Polri. Bahkan saya menggunakan
fasilitas mobil TNI bintang dua, di mana si Jenderal duduk di samping
saya ketika saya menyetir mobil tersebut dari Medan sampai Jakarta
dengan kondisi di bagian belakang penuh barang narkoba. Perjalanan saya
aman tanpa gangguan apapun.” ujar Freddy Budiman.
Budiman hanya perpanjangan tangan dari bandar Narkoba yang berada di
Cina. Kata Budiman, banyak kurir kecil yang dihukum berat sedangkan
pejabat tinggi yang terlibat tak ikut diusut dalam jaringan tersebut.
Budiman telah memberi kesaksian itu dalam pembacaan nota pembelaan atau
pledoi di pengadilan. Namun, pledoi tersebut tak dapat ditemukan oleh
Haris. Kontras juga tak bisa menemukan informasi siapa pengacara
Budiman.
Sementara, Fakhtur mengatakan proses penangkapan bandar narkoba di Cina
harus melalui kerjasama dengan interpol dan perjanjian ekstradisi.
"Ya itu perlu keterlibatan interpol hingga saat ini kita sepertinya
belum ada kerja sama ekstradisi dengan Cina. Memang bukan hal yang mudah
karena ini yuridiksi negara lain. boleh atau tidak perlu pendalaman,"
imbuhnya.
Editor: Rony Sitanggang
- Freddy Budiman
- Boy Rafly Amar
- eksekusi mati jilid III
- hukuman mati
Komentar (0)
KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!