BERITA

Mudik sambil Kampanye Bahaya Plastik

"Dimas membuat alat sederhana yang mengubah plastik jadi bahan bakar untuk vespa kesayangannya."

Vitri Angreni Gulo

Anggota komunitas 'Get Plastic' menunjukkan cara kerja alat untuk memanaskan sampah plastik menjadi
Anggota komunitas 'Get Plastic' menunjukkan cara kerja alat untuk memanaskan sampah plastik menjadi bahan bakar minyak (BBM) di Kota Bogor, Jawa Barat, Sabtu (19/5). (Foto: Antara/Arif Firmansyah)

KBR -  Musim liburan tiba, libur Lebaran datang, artinya banyak sampah bertebaran di jalur mudik - termasuk sampah plastik. Banyak beredar video di media sosial yang merekam kejadian tersebut. Ketika dunia bergerak mengurangi plastik, sebenarnya masih bisakah sampah plastik didayagunakan? 

Dimas Bagus Wijanarko asal Surabaya punya jawabannya. Pria berusia 42 tahun yang berprofesi sebagai tukang sablon itu membuat sebuah alat sederhana yang mudah dibawa-bawa: pengolah sampah plastik menjadi bahan bakar minyak untuk vespa kesayangannya.

Dimas bercerita, semuanya berawal dari keprihatinannya akan masalah sampah yang belum terselesaikan dengan baik di Indonesia. Dia pun kemudian mencari tahu lebih banyak soal plastik dan ikut menggagas kampanye Get Plastic (Gerakan Tarik Plastik). 

“Dari situ saya juga sering mendaki gunung, lihat banyak sampah di gunung itu, sampah-sampah plastik. Akhirnya saya mencoba untuk mencari pengetahuan tentang plastik itu. Dan ternyata plastik itu bahan baku utamanya dari minyak bumi. Akhirnya saya mencari cara untuk bisa mengembalikan plastik-plastik itu menjadi minyak bumi,” tuturnya dalam program KBR Pagi, Senin (18/08/2018).

Dia bercerita alat pengubah plastik menjadi bahan bakar buatannya ini terdiri dari satu tabung reaktor tempat memasukkan sampah plastik. 

“Di dalam tabung reaktor itulah terjadi proses pemanasan atau pirolisator sehingga plastik itu mendidih dan berubah menjadi gas. Dari tabung reaktor itu nanti dialirkan ke dalam pipa, pipa transisi untuk gas itu. Akhirnya gas itu mengalir lewat pipa dan ada pipa satu lagi yang mana pipa itu untuk pendingin gas-gas itu sehingga ketika gas itu masuk level tertentu dia akan berubah menjadi minyak,” tuturnya.

Dimas mengaku alat yang dibuatnya itu adalah alat berteknologi sederhana dan bisa dibuat oleh siapa saja. “Tapi memang harus ada perhitungan-perhitungan yang tepat untuk mengubah gas hasil pemanasan plastik itu menjadi cair,” tambahnya.   

Baca juga:

    <li><b><span style="color: #1f497d;"><a href="http://kbr.id/berita/04-2018/plastik__plastik_apa_yang_bisa_dimakan_/95807.html">Plastik, Plastik Apa yang Bisa Dimakan?</a>&nbsp;</span></b><br>
    
    <li><span id="pastemarkerend"><b><span style="color: #1f497d;"><a href="http://kbr.id/asia_calling/12-2016/di_pakistan__sampah_diolah_jadi_perabot_hingga_kolam_renang/87576.html">Di Pakistan, Sampah Diolah Jadi Perabot Hingga Kolam Renang</a> </span></b></span><br>
    

Tahun ini Dimas melakukan perjalanan mudik ramah lingkungannya dengan menempuh rute Jakarta-Bali sejauh 1200 kilometer dan berhenti di 15 titik. 

“Kita mau memberitahu ke masyarakat tentang bahaya kantong plastik dan pengetahuan tentang plastik. Dari perjalanan saya sampai Lumajang, 99 persen masyarakat itu tidak ada yang tahu bahwa sebenarnya plastik itu dari minyak bumi. Itulah yang pengen kita sampaikan ke masyarakat bahwa ketika kita terlalu banyak mengkonsumsi plastik berarti kita terlalu banyak mengambil minyak bumi,” ujarnya.

Dia juga mengingatkan bahaya penggunaan alat makan yang terbuat dari plastik. 

“Banyak kita lihat kita menggunakan gelas-gelas plastik untuk bikin kopi, itu kan cukup bahaya. Karena dengan pemanasan yang cukup di atas 80 derajat, akan terjadi proses perubahan kimia dalam kopi yang akan kita minum atau makanan atau benda apapun yang kita campur dengan plastik itu,” tambahnya. 

Dimas pun mengajak masyarakat agar lebih bijak menggunakan plastik. “Karena kita mempunyai permasalahan kita adalah nomor dua penghasil sampah plastik terbesar di dunia. Itu jadi permasalahan buat kita untuk anak cucu kita,” ujarnya.

Data tahun 2015 dari American Association for The Advancement of Science menyebut 10 negara pencemar sampah plastik laut terbesar. Indonesia ada di posisi kedua dengan 1,3 juta ton sampah plastik yang sampai ke laut Indonesia dalam setahun. Yang menempati posisi pertama adalah Tiongkok dengan jumlah sampah plastik mencapai 3,5 juta ton.   

Editor: Citra Dyah Prastuti

  • sampah plastik
  • mudik ramah lingkungan
  • bahan bakar minyak dari plastik
  • Dimas Bagus Wijanarko

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!