OPINI

KM Sinar Bangun

Personel Basarnas bersiap melakukan pencarian korban KM Sinar Bangun yang tenggelam di Danau Toba

Lebih dari 180 penumpang Kapal Motor (KM) Sinar Bangun masih hilang. Hujan deras disertai angin kencang dan hantaman gelombang setinggi 2 meter pada Senin (18/06) sore itu membuat kapal oleng. Kapal tengah berlayar dari Pelabuhan Simanindo menuju Pelabuhan Tiga Ras di Kabupaten Samosir. Kapal kecil yang seharusnya hanya mengangkut 43 penumpang itu tak cakap bermanuver sebab bobotnya berlebih. 

Saksi korban mengisahkan, kapal terbalik setelah beberapa kali oleng dihantam gelombang. Celaka, korban yang terlempar dan jatuh ke air tak menggunakan jaket pelampung. Hingga kemarin baru 21 penumpang berhasil ditemukan. Pencarian ratusan lainnya masih terus dilakukan hingga 10 hari mendatang.

Tenggalamnya KM Sinar Bangun di Danau Toba Sumatera Utara menambah panjang daftar kecelakaan pelayaran. Kenapa ini terus berulang? Longgarnya pengawasan serta pengabaian prosedur keselamatan penumpang sudah bukan rahasia. Selagi ada ruang kosong, masih bisa diangkut, tinggal naik lalu bayar di atas kapal. Sungguh bahaya.

Kementerian Perhubungan punya regulasi yang jelas mengatur segala syarat, izin, dan standar keamanan kapal, termasuk kapal kecil di bawah 500 gross ton (GT), seperti KM Sinar Bangun. Tapi apalah artinya kalau hanya di atas kertas.

Kecelakaan KM Sinar Bangun adalah kecelakaan pelayaran keempat dalam waktu sepekan terakhir. Kita butuh seluruh pemangku kepentingan untuk tak abai pada aturan keselamatan - mulai dari pemilik kapal, nahkoda, petugas yang membuat keputusan pemberangkatan kapal hingga level pemerintahan. Indonesia adalah negara kepulauan, sudah seharusnya memperbaiki kualitas transportasi laut dan danau. 

  • KM Sinar Bangun tenggelam di Danau Toba
  • kecelakaan di pulau Samosir
  • kapal tenggelam di danau Toba
  • kapal tenggelam

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!