BERITA

Tolak Geotermal Baturraden, Aktivis Bentuk 'Aliansi Selamatkan Gunung Slamet'

Tolak Geotermal Baturraden, Aktivis Bentuk 'Aliansi Selamatkan Gunung Slamet'


KBR, Banyumas – Sejumlah pegiat lingkungan di Kabupaten Banyumas, Brebes dan Purbalingga, Jawa Tengah membentuk Aliansi Selamatkan Gunung Slamet.

Mereka bergabung untuk menyatukan suara penolakan terhadap proyek pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) atau proyek geotermal Baturraden di lereng selatan Gunung Slamet.


Pegiat Aliansi Selamatkan Slamet, Yudi Setyadi mengatakan pada awalnya aliansi ini merupakan perkumpulan sejumlah pegiat lingkungan intra kampus dan pegiat lingkungan di sekitar Purwokerto. Mereka ini sama-sama memiliki pemahaman mengenai terancamnya ekosistem hutan lindung lereng selatan Gunung Slamet lantaran aktivitas ekporasi dalam proyek PLTP.


Aliansi Selamatkan Slamet, kata Yudi, meluas hingga ke para pegiat sosial dan organisasi kemasyarakatan dan keagamaan yang memiliki kekhawatiran serupa. Mereka khawatir proyek PLTP akan mengancam ekologi Gunung Slamet sekaligus mengancam sumber kehidupan bagi ribuan orang di Gunung Slamet.


Kelompok yang bergabung dengan Aliansi Selamatkan Slamet, kata Yudi, antara lain Mahasiswa Pecinta Alam (Mapala) Universitas Jenderal Soedirman Purwokerto, dan berbagai organisasi kemasyarakatan.


"Yang tergabung dalam Aliansi Selamatkan Slamet ini termasuk teman-teman dari GP Ansor Banyumas, Pemuda Pancasila Kecamatan Cilongok, Mapala sekarang mulai terhubung juga dengan aliansi dan terus bergerak melakukan penolakan ini. Untuk saat ini yang dilakukan adalah kampanye dan edukasi ke masyarakat," jelas Yudi Setyadi, Senin (5/6/2017).


Selain itu, Aliansi Selamatkan Slamet juga menghubungkan berbagai komunitas dan pegiat lingkungan di lingkar Gunung Slamet yang meliputi Kabupaten Banyumas, Brebes, Tegal, Pemalang, dan Kabupaten Purbalingga.


Yudi mengatakan aliansi sudah memulai kampanye penolakan PLTP Baturraden dengan memasang spanduk penolakan dan seni mural. Spanduk tersebut dipasang di berbagai tempat strategis di berbagai tempat di Banyumas, terutama di Kota Purwokerto serta beberapa titik yang bakal menjadi lokasi awal terdampak aktivitas ekplorasi PLTP, seperti Kecamatan Cilongok.


Kampanye itu dilakukan sekaligus untuk mengedukasi masyarakat lereng selatan Gunung Slamet dan memberikan alternatif pengetahuan yang selama ini hanya dikuasai pihak pelaksana proyek. Kampanye dilakukan melalui berbagai sarana media termasuk media alternatif media sosial, seperti Facebook, Twitter dan lain-lain.


Yudi mengatakan proyek geotermal jika tidak dikelola dengan baik akan mengancam hutan lindung dan mata air yang sudah berusia ribuan tahun di Gunung Slamet. Ia mengklaim proyek geotermal akan mempercepat deforestasi dan hilangnya ratusan mata air yang tersisa.


Berdasarkan analisa yang dilakukan pegiat Aliansi Selamatkan Slamet, kata Yudi, pada tahap eksplorasi dan eksploitasi proyek itu akan membuk akan membuka sekitar 600 hektar lahan. Luasan itu mencakup pembukaan akses jalan, landasan pengeboran, jalur pipa, embung dan fasilitas penunjang lainnya ketika PLTP beroperasi.


Yudi mengatakan jika ekspolitasi tahap pertama gagal, maka luasan hutan yang rusak akan terus bertambah. Sementara, total Wilayah Kerja Panas Bumi PLTP adalah 24.600 hektar.


Data dari Komunitas Penyelamat Gunung Slamet (Kompleet) Purwokerto menyebutkan pada tahun 2011 lalu, di lereng Slamet selatan hanya tersisa sekira 700-an mata air pada 2011.


Data Dinas Lingkungan Hidup (DLH) dan Dinas Kehutanan dan Perkebunan (Dishutbun) Kabupaten Banyumas yang memperlihatkan dalam kurun waktu sepuluh tahun, dari 2001-2011 terdapat 1.321 mata air yang hilang.

 

Baca juga:


Editor: Agus Luqman 

  • geotermal
  • geothermal
  • PLTP Baturaden
  • Baturraden
  • Banyumas
  • Gunung Slamet
  • Jawa Tengah

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!