BERITA

Penelitian LIPI, Terumbu Karang dan Padang Lamun Lebih 30 Persen Rusak

Penelitian LIPI, Terumbu Karang dan Padang Lamun Lebih 30 Persen Rusak

KBR, Jakarta- Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) melalui Pusat Penelitian Oseanografi (P2O) merilis data terbaru status kondisi terumbu karang dan ekosistem padang lamun Indonesia tahun 2017. Menurut Kepala P2O LIPI Dirhamsyah, terumbu karang kondisinya menurun,  begitu juga dengan  ekosistem padang lamun.

Peneliti senior P2O LIPI Suharsono menjelaskan, hasil pengukuran terkini melalui pemetaan satelit, luas terumbu karang Indonesia mencapai 25.000 km² atau sekitar 10% dari terumbu karang dunia.

“Menjadi pusat karang dunia, Indonesia memiliki kekayaan jenis karang paling tinggi yaitu 569 jenis dari 82 marga dan 15 suku dari total 845 jenis karang di dunia,” papar Suharsono di Ruang Seminar, Gedung Widya Graha, Jakarta, Rabu (7/6/2017) .


Meskipun mempunyai terumbu karang yang beragam, tahun lalu kondisi terumbu karang yang menurun. Hasil verifikasi dan analisis data dari 108 lokasi dan 1.064 stasiun di seluruh perairan Indonesia,  sekitar 6,39% terumbu karang  dalam kondisi sangat baik, kondisi baik sebesar 23,40%, kondisi cukup sebesar 35,06% dan kondisi jelek sebesar 35,15%.


Menurut analisis P2O LIPI, hal ini disebabkan pemutihan terumbu karang karena  kenaikan suhu air laut akibat fenomena anomali cuaca El-Nino.

“Nah ini kalo terjadi kenaikan seperti itu, ada 2-3 derajat, cukup untuk membuat terumbu karang kita stress,” jelas Suharsono.

Para ahli memperkirakan pemutihan karang akan sering terjadi di masa yang akan datang dengan kombinasi perubahan iklim dan pemanasan global.


Suharsono mengatakan mengelola aktivitas menangkap ikan juga harus diperhatikan, karena menurutnya rusaknya terumbu karang masih banyak  akibat penangkapan ikan dengan menggunakan alat peledak. Untuk menjaga terumbu karang tetap alami, kesadaran masyarakat menjadi penting.


Sementara peneliti P2O LIPI Udhi E. Hermawan memaparkan ekosistem padang lamun berada dalam kondisi ‘kurang sehat’. Data dari Tim Walidata Lamun memperlihatkan presentase secara umum tutupan lamun di Indonesia adalah 41,79%.


Predikat ‘kurang sehat’ ini mengacu berdasarkan Keputusan Menteri Lingkungan Hidup No. 200 Tahun 2004, yang mengatakan  tutupan lamun kisaran 30%-59% berada dalam kondisi ‘kurang sehat’. Hanya 5% yang kondisinya sehat (misalnya di Biak, Papua). Bahkan daerah konservasi seperti Wakatobi dan Lombok juga kondisinya kurang sehat.


Tumbuhan berbunga yang yang secara penuh beradaptasi pada lingkungan laut ini, menurut Edhi, kondisinya banyak dipengaruhi oleh tekanan aktivitas manusia.

“Reklamasi pantai, pembanguna di pesisir, dan pemukiman berdampak langsung pada hilang dan berkurangnya habitat lamun,” tangkas Edhi.

Dia mengungkapkan, pada dasarnya lamun memberikan manfaat besar bagi kehidupan manusia. Ekosistem ini menunjang berlangsungnya sumber daya ikan dan sebagaimana fungsi tumbuhan yaitu menyerap emisi CO2 guna membantu mengurangi laju perubahan iklim.


Tim Walidata Lamun mengatakan setidaknya ada 150 ribu hektar padang lamun tersebar pada 423 lokasi di Indonesia.


Upaya konservasi padang lamun harus mampu mencegah aktivitas ancaman kelestarian lamun. Kata Edhi, transplantasi   dapat dilakukan untuk memulihkan padang lamun yang telah hilang atau rusak dan menciptakan areal padang lamun yang baru.


Editor: Rony Sitanggang

  • padang lamun
  • terumbu karang
  • Pusat Penelitian Oseanografi (P2O)
  • Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI)
  • Suharsono
  • Udhi E. Hermawan
  • Tim Walidata Lamun

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!