OPINI

Para Pendukung Koruptor

Ketua Pansus Angket terhadap KPK

Sulit untuk percaya pada niat tulus Panitia Khusus (Pansus) Hak Angket terhadap KPK. Pansus terus mengumbar janji kalau mereka dibentuk hanya untuk menilai sejauh mana akuntabilitas dan transparansi lembaga antirasuah itu menyidik kasus KTP Elektronik.

Hingga kemarin, Pansus Hak Angket baru terdiri dari tujuh fraksi; PDI Perjuangan, Golkar, Hanura, PPP, Nasdem, PAN, dan Gerindra. Dua fraksi terakhir mulanya menolak hak angket, tapi toh akhirnya mengirim perwakilan untuk masuk dalam kepanitiaan. Sedang Demokrat dan PKS terang-terangan menolak dan tidak akan mengirim perwakilan dalam pansus. PKB masih pikir-pikir.


Pansus melaju dengan sejumlah nama anggota. Misalnya dari PDI Perjuangan ada Masinton Pasaribu, dari Golkar ada Bambang Soesatyo sementara dari PPP ada nama Arsul Sani.


Politisi Golkar, Agun Gunandjar yang menjadi Ketua Pansus. Padahal ia diduga menerima aliran duit proyek KTP Elektronik sekitar 1 miliar Rupiah dan pernah bersaksi dalam sidang korupsi tersebut. Agun menjamin takkan ada konflik kepentingan dalam memimpin nanti. Kita tahu korupsi KTP elektronik itu menyeret puluhan nama politisi, dengan kerugian Rp 2,3 triliun. Yakin bakal tak ada konflik kepentingan?


Dari berkas penyidikan tersangka Miryam Haryani, ada hampir 50 anggota yang menerima uang haram tersebut. Markus Nari dari Golkar belakangan jadi tersangka oleh KPK karena disangka merintangi penyidikan kasus KTP Elektronik. Sementara nama Masinton dan Bambang Soesatyo pernah disebut Novel Baswedan menekan tersangka Miryam agar menyangkal pengakuannya.


Bisakah kita percaya pada kerja Pansus ini? Yang jelas, kita mencatat nama-nama itu dan partainya sebagai pendukung koruptor. 

  • Pansus Hak Angket
  • KPK
  • Masinton Pasaribu
  • Bambang Soesatyo
  • Agun Gunandjar Sudarsa
  • ektp

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!