BERITA

AJI Protes Pemda Bondowoso Keluarkan Daftar 'Wartawan Yang Boleh Dilayani Birokrasi'

AJI Protes Pemda Bondowoso Keluarkan Daftar 'Wartawan Yang Boleh Dilayani Birokrasi'

KBR, Bondowoso – Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Kota Jember, Jawa Timur, mempertanyakan sikap Dinas Komunikasi dan Informatika (Diskominfo) Kabupaten Bondowoso yang membuat daftar wartawan 'yang boleh dilayani. Daftar itu belakangan diketahui dibagikan Kominfo kepada organisasi perangkat daerah setempat.

Daftar itu memuat nama media dan wartawan yang bertugas di Bondowoso. AJI Kota Jember menyebut gara-gara daftar itu, banyak jurnalis yang ditolak wawancara narasumber karena namanya tak masuk dalam daftar tersebut.


Sekretaris AJI Jember, Mahrus Sholih mengatakan daftar 'wartawan resmi' dari Diskominfo itu bisa menimbulkan salah persepsi dari para pejabat atau narasumber. Mahrus mengatakan hal itu terbukti dengan adanya jurnalis yang tak dilayani saat akan melakukan konfirmasi, karena nama jurnalis itu tak masuk daftar.


"Kalau dulu menghalangi tugas jurnalistik selalu identik dengan larangan langsung, perampasan alat, kekerasan. Sekarang ini bisa jadi dengan membuat daftar semacam ini. Harus jelas maksudnya apa. Karena bisa jadi pejabat publik salah mengartikan bahwa yang bisa dilayani untuk wawancara hanya yang terdata di Diskominfo," kata Mahrus Sholih di Jember, Senin (19/6/2017).


Mahrus mengatakan tidak ada kewajiban bagi wartawan untuk mencatatkan dirinya ke instansi publik, sepanjang wartawan tersebut menyebutkan identitas saat akan melakukan peliputan. Hal itu sesuai pasal 4 ayat 3 UU No 40 Tahun 1999 tentang Pers yang menyebut pers nasional mempunyai hak mencari, memperoleh, dan menyebarluaskan gagasan dan informasi.


"Jika ada yang menghalangi wartawan yang sedang melakukan tugas jurnalistiknya, maka sesuai UU Pers yang bersangkutan bisa dipidana penjara paling lama dua tahun atau denda paling banyak Rp500 juta," kata Mahrus.

red


AJI Jember meminta Dinas Komunikasi dan Informatika Bondowoso memahami UU Pers Nomor 40 Tahun 1999 agar tidak menerapkan aturan yang justru bertentangan dengan kebebasan pers.


Menanggapi protes AJI itu, Kepala Dinas Komunikasi dan Informatika (Diskominfo) Bondowoso, Haeriyah Yuliati tidak membantah jika instansinya melakukan pendataan terhadap wartawan yang bertugas di Bondowoso.


Haeriyah mengatakan pendataan ini dilakukan sebagai upaya untuk memerangi banyaknya wartawan abal–abal yang bermunculan. Meski begitu, Haeriyah mengklaim 'daftar wartawan resmi' tersebut tidak diberikan kepada semua instansi, melainkan kepada instansi yang meminta saja.


"Media yang mengirimkan data ke kita ya kita catat nama wartawannya. Kalau tidak mengirimkan ya tidak kita catat. Tidak kita sebarkan ke Organisasi Perangkat Daerah (OPD). Hanya kepada yang meminta saja, sesuai kebutuhan," kata Haeriyah.


Pendataan wartawan tersebut, kata Haeriyah dilakukan hanya untuk penertiban admisitrasi media massa yang akan bekerjasama dengan Pemerintah Kabupaten Bondowoso. Untuk terdata oleh Diskominfo, media atau jurnalis harus menyertakan sejumlah syarat administrasi seperti profil perusahaan media, legalitas perusahaan, tercatat di dewan pers, kartu pers dan surat tugas.


"Kita kan harus tahu kita bermitra dengan siapa. Bagaimana perusahaannya, wartawannya siapa. Karena sekarang banyak yang bukan wartawan mengaku wartawan dan itu dikeluhkan oleh OPD," imbuhnya.


Editor: Agus Luqman 

  • aliansi jurnalis independen
  • jember
  • jawa timur
  • pembatasan jurnalis
  • UU Pers
  • Bondowoso

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!