HEADLINE

Korban Tragedi Simpang KKA Aceh Minta Pemerintah Buat Pengadilan ad Hoc

""Memang harus ditindaklanjuti. Ini kan saksi-saksinya masih hidup, kemudian data-data yang konkret,""

Sasmito

Korban Tragedi Simpang KKA Aceh Minta Pemerintah Buat Pengadilan ad Hoc
Ilustrasi (sumber: Kontras)

KBR, Jakarta- Salah seorang korban kasus Simpang KKA Aceh, Murtala mendesak Kejaksaan Agung dan pemerintah segera menindaklanjuti temuan dugaan pelanggaran hak asasi manusia (HAM) berat yang menimpanya. Murtala mengatakan, salah satu caranya yaitu dengan menyelenggarakan Pengadilan HAM Ad hoc untuk menyelesaikan kasus tersebut.

Murtala mengatakan, pengadilan HAM Adhoc harus segera digelar pada saat banyak saksi masih hidup sehingga dapat dimintai keterangan. Saat peristiwa terjadi Murtala dipukuli aparat yang mengamuk. Akibatnya ia harus dirawat selama 3 hari di rumah sakit.

"Memang harus ditindaklanjuti. Ini kan saksi-saksinya masih hidup, kemudian data-data yang konkret, kemudian saat kejadian itu ada wartawan RCTI yang merekam secara langsung, tentang peristiwa yang dialami masyarakat Aceh. Khususnya masyarakat Aceh Utara," jelasnya saat dihubungi KBR, Kamis (23/6/2016)


Salah seorang korban kasus Simpang KKA, Murtala berharap pemerintah tidak hanya menyelesaikan kasus HAM berat Aceh saja. Melainkan juga pelanggaran HAM kecil lainnya bisa dituntaskan melalui Komisi Kebenaran Rekonsiliasi Aceh.


"Setiap tahun korban terus memperingati kasus ini. Sudah 17 tahun kasus ini berlangsung. Tapi kasus-kasus yang lainnya juga harus diselesaikan. Di Aceh kan ada Komisi Kebenaran Rekonsiliasi (KKR), pelanggaran-pelanggaran kategori ringan bisa selesaikan melalui itu," imbuhnya.


Dalam penyelidikan kasus tragedi penembakan Simpang KKA Aceh pada 3 Mei 1999 lalu, Komnas HAM menyimpulkan terdapat bukti permulaan yang cukup untuk menduga terjadi pelanggaran HAM berat masa lalu pada kasus itu, berupa pembunuhan dan penganiayaan yang dilakukan aparat Detasemen Arhanud Rudal dan Yonif 113 kepada warga sipil. Komnas HAM menduga kasus itu melibatkan TNI, Pangdam Bukit Barisan tahun 1999, Komandan Korem Liliwangsa, Komandan Kodim Aceh Utara, Komandan Batalyon Infanteri, Komandan Detasemen Arhanud Rudal hingga Komandan Koramil dan anggota di kesatuan-kesatuan itu.

Tragedi Simpang KKA, yang juga dikenal dengan nama Insiden Dewantara atau Tragedi Krueng Geukueh ini sudah berusia lebih dari 16 tahun. Peristiwa ini berlangsung saat konflik Aceh pada 3 Mei 1999 di Kecamatan Dewantara, Aceh. Saat itu, pasukan militer Indonesia menembaki kerumunan warga yang sedang berunjuk rasa memprotes insiden penganiayaan warga yang terjadi pada tanggal 30 April di Cot Murong, Lhokseumawe.

Komnas HAM menyatakan terjadi pelanggaran HAM berat dalam kasus ini. Pelanggaran HAM berat dari hasil penyelidikan terjadi meluas dan sistematis. Komnas HAM mencatat korban tewas sebanyak 23 orang. Selain itu, 30  orang mengalami penyiksaan.  

Simpang KKA adalah sebuah persimpangan jalan dekat pabrik PT Kertas Kraft Aceh di Kecamatan Dewantara, Aceh Utara. Insiden ini terus diperingati masyarakat setempat setiap tahunnya. Hingga kini, belum ada pelaku yang ditangkap dan diadili.


Editor: Rony Sitanggang  



  • pelanggaran ham berat KKA Aceh
  • Tragedi KKA Aceh
  • korban kasus Simpang KKA
  • Murtala
  • Pengadilan HAM Adhoc

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!