HEADLINE

Konflik Lahan di Jambi, Kesepakatan Rugikan Orang Rimba

""Apakah kalian menerima itu? Ya kami tidak menerima ini karena keputusan ini merugikan kami""

Konflik  Lahan di Jambi, Kesepakatan Rugikan Orang Rimba
Orang rimba korban kekerasan perusahaan sawit. (Foto: KKI Warsi)

KBR, Jakarta- Antropolog Robert Aritonang mengatakan wakil Jenang yang bertindak sebagai perwakilan Orang Rimba dalam perjanjian damai dengan PT Bahana Karya Semesta bukan merupakan anggota orang rimba yang terlibat konflik. Kata Robert, peran Jenang pada zaman Kesultanan adalah untuk mengurus orang-orang di pedalaman sekira seabad lalu. Peran Jenang ini, menurutnya dibangkitkan kembali sebagai perpanjangan tangan pemerintah bukan legitimasi orang rimba tapi legitimasi elit di desa. 

Jenang inilah yang hadir dalam perjanjian damai dan menghasilkan kesepakatan bahwa perusahaan akan membayar ganti rugi kepada Orang Rimba atas bentrokan dengan satpam perusahaan PT BKS namun melarang mereka untuk kembali mengambil hasil panen brondolan dan bermukim di areal perusahaan untuk selamanya. Karenanya, Robert menyebut kesepakatan itu merugikan pihak orang rimba.

"Harus dipahami psikologis Orang Rimba. Saya tanyakan langsung kepada Orang Rimba, namanya Nglembo yang pangkatnya Menti (tetua adat), saya bilang apakah kalian menerima itu? Ya kami tidak menerima ini karena keputusan ini merugikan kami, tapi karena ini ada pergantian barang-barang yang hangus tentu akan mereka terima. Dimana-mana pikiran masyarakat marginal selalu seperti itu. Artinya karena mereka selalu dibawah tekanan selama ini, maka apapun yang sudah pasti mereka dapatkan akan mereka terima dulu," papar Robert kepada KBR, Senin (6/6/2016).

Robert yang juga Koordinator Program Pemberdayaan Masyarakat KKI Warsi, pun mempertanyakan mengapa aparat melakukan perjanjian di tengah malam tanpa kehadiran orang rimba. Padahal menurutnya, kerugian Orang Rimba yang diganti perusahaan tidaklah sebanding nilainya jika dilihat dari keuntungan perusahaan yang besar. Pasalnya areal perkebunan milik perusahaan awalnya adalah tempat hidup Orang Rimba. Seharusnya, kata dia, perusahaan menjawab kebutuhan sumber daya, dan wilayah penghidupan Orang Rimba.  

"Harus dibandingkan dengan kehilangan yang mereka miliki dari zaman nenek moyangnya waktu tinggal di sini dan kemudian mereka hilang semuanya dari tempat ini tanpa kompensasi yang signifikan atau berarti," ujarnya.

Robert menambahkan, pihaknya akan mengumpulkan orang rimba yang terlibat konflik dengan anak perusahaan SInar Mas  setelah mereka pulih dari rasa traumanya.

"Kami belum bisa mengumpulkan mereka kemarin di lapangan, karena situasinya bagi mereka kan masih traumatik ya. Mau coba dikumpulkan terutama dari pihak yang langsung dari 10 keluarga itu masih buyar di dalam hutan. Jadi kami sebenarnya sangat berharap dalam minggu ini bisa ketemu dengan mereka lalu dikumpulkan kembali dan mencoba membicarakan ini lebih serius. kalau harapan kami sebenarnya, lebih yakin kan dan sadarkan mereka lebih kritis dari tuntutan ini," pungkasnya. 

Program Kemitraan

Kepala Dinas Kehutanan Provinsi Jambi, Irmansyah Rachman meminta perusahaan-perusahaan perkebunan yang masuk dalam wilayah jelajah Orang Rimba membuat program kemitraan dengan Orang Rimba. Irmansyah menyampaikan ini terkait   pengusiran Orang Rimba oleh PT Bahana Karya Semesta. Da mencontohkan program kemitraan tersebut bisa berupa program bagi hasil perkebunan perusahaan dengan Orang Rimba, semisal dengan komposisi 70:30.

Ia meyakini dengan cara tersebut kesejahteraan Orang Rimba bisa meningkat sehingga pada akhirnya konflik mereka dan perusahaan dapat diakhiri.

"Harusnya para pemegang izin mempunyai tanggung jawab sosial. Bagaimana meningkatkan kesejahteraan masyarakat Orang Rimba, baik meningkatkan kualitas sumber daya manusia juga ekonomi. Sehingga mereka sama halnya dengan kita," jelas Irmansyah Rachman saat dihubungi KBR, Senin (6/6/2016).

Meski demikian, Irmansyah Rachman menambahkan lembaganya tidak memiliki kewenangan untuk menegur perusahaan tersebut. Karena, peristiwa tersebut masuk dalam wilayah perkebunan yang berada di bawah Kementerian Pertanian. Ia juga tidak mau disalahkan dalam peralihan fungsi hutan menjadi perkebunan di wilayah Jambi. Sebab, kata dia, kewenangan tersebut merupakan milik kabupaten-kabupaten di Jambi.

"Perubahan peruntukan dari kawasan hutan menjadi areal penggunaan lain. Itu kewenangan Bupati mengusulkan kepada Menteri. Bisa ditinjau ulang? Kalau sudah keputusan Menteri atas usul Bupati, ya tidak bisa ditinjau ulang. Cuma izin HGU nya, izin usaha perkebunannya yang ditinjau ulang. Tapi status kawasannya tetap areal penggunaan lain. Kita juga tidak mungkin juga, luas Provinsi Jambi hutan semua. Empat puluh dua persen ini luas Provinsi kan kawasan hutan, kalau semua hutan bagaimana manusia bisa hidup," jelasnya.

Sebelumnya, Orang Rimba bentrok dengan satpam perusahaan PT Bahana Karya Semesta (BKS) di Kecamatan Air Hitam Kecamatan Sarolangun. Kedua kubu terlibat bentrok saat satpam meminta orang rimba keluar kebun sawit dan dilarang memungut brondolan. Bentrok terjadi saat orang rimba hendak meninggalkan lokasi. Akibatnya, dua orang rimba ditusuk, lima sepeda motor rusak dan 1000 lembar kain orang rimba dibakar.   

  • orang rimba
  • Konflik lahan
  • Antropolog Robert Aritonang
  • PT Bahana Karya Semesta

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!