BERITA

Gugat Reklamasi Teluk Jakarta, KNTI Serahkan 80 Alat Bukti

""Jadi tahun 2012 ada yang menilai melakukan penilaian lingkungan hidup bahasanya amdal cepat namanya rapid environmental assesment.""

Yudi Rachman

Gugat  Reklamasi Teluk Jakarta, KNTI Serahkan  80 Alat Bukti
Reklamasi teluk Jakarta. (Foto: Antara)

KBR, Jakarta- Pengugat  proyek reklamasi di pulau F, I, dan K Teluk Jakarta mengajukan 80 alat bukti untuk menghentikan proyek tersebut di PTUN. Menurut salah satu kuasa hukum, yang juga Ketua Bidang Pengembangan Hukum dan Pembelaan Nelayan KNTI, Martin Hadiwinata  bukti-bukti yang diajukan berupa rancangan peraturan daerah yang mengatur titik koordinat reklamasi dan juga penilaian dampak lingkungan akibat reklamasi.

"Raperda kawasan strategis pantura karena itulah yang mengatur titik koordinat mengenai pulau-pulau reklamasi. Sebelumnya tidak ada yang mengatur titik koordinat pulau-pulau reklamasi. Ini benar-benar tidak jelas," jelas Ketua Bidang Pengembangan Hukum dan Pembelaan Nelayan KNTI, Martin Hadiwinata yang juga menjadi pengugat, Kamis (23/6) 

Martin melanjutkan, "kemudian, terkait dampak buruk lingkungan. Jadi tahun 2012 ada yang menilai melakukan penilaian lingkungan hidup bahasanya amdal cepat namanya rapid environmental assesment."

Martin menambahkan, bukti-bukti itu akan diperkuat dengan agenda persidangan selanjutnya yang akan menghadirkan saksi-saksi untuk memperkuat bukti yang diajukan tersebut.

" Kita masih dalam tahap pembuktian, minggu depan. Mungkin setelah ini akan ada pemeriksaan saksi-saksi," ujarnya.

Sebelumnya, sidang Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) DKI Jakarta  soal gugatan proyek reklamasi di pulau F, I, dan K hari ini mengangendakan penyerahan bukti-bukti dan pemeriksaan bukti-bukti yang diajukan oleh pengugat. Persidangan yang berlangsung kurang dari sejam itu akan dilanjutkan Rabu, pekan depan untuk pemeriksaan bukti lanjutan yang diajukan penggugat dan tergugat.


Meskipun Digugat, Proyek Masih Berlangsung

Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI) menemukan masih ada proyek reklamasi yang tetap berjalan seperti pulau F, I dan K. Menurut Ketua Bidang Pengembangan Hukum dan Pembelaan Nelayan KNTI, Martin Hadiwinata, proyek yang masih berjalan itu tidak masuk dalam daftar penghentian sementara proyek pembuatan pulau reklamasi yang dikeluarkan oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Menko Maritim.

"Kalau berdasarkan informasi yang kami terima beberapa pulau ada yang masih berjalan. Salah satunya ya yang kami gugat saat ini karena pulau tersebut tidak dinyatakan dicabut oleh Menteri Lingkungan Hidup dan Menko Maritim dan secara hukum  mereka berhak berjalan. Menurut kami ini merupakan salah satu upaya yang harus kami lakukan untuk menghentikan proyek reklamasi tersebut," jelas Ketua Bidang Pengembangan Hukum dan Pembelaan Nelayan KNTI, Martin Hadiwinata yang juga menjadi pengugat di Jakarta, Kamis (23/6).

Martin Hadiwinata menambahkan, setelah putusan pulau G yang memenangkan pengugat dan meminta tergugat menghentikan proyek reklamasi tersebut. Kata dia, pihaknya banyak mendapatkan bukti-bukti tambahan yang membuktikan banyak pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan pemrov DKI Jakarta dan pengembang dalam proyek tersebut.

"Kami mengembangkan temuan dari Pulau G, relatif sama semuanya. Dari izin yang tidak pernah diterbitkan oleh pihak pihak gubernur dan pengembang. Perencanaan pun tidak ada sesuai aturan yang ada. Mereka juga tidak menempatkan UU Pesisir sebagai dasar terbitnya izin reklamasi. Tidak ada perda rencana zonasi juga. Yang harus dipahami adalah berbagai temuan belakangan banyak pelanggaran hukum yang dilakukan oleh pemrov dan pengembang. Salah satunya proses amdal yang tidak partisipatif," ujarnya.


Editor: Rony Sitanggang

  • Reklamasi Teluk Jakarta
  • gugatan ptun reklamasi
  • Ketua Bidang Pengembangan Hukum dan Pembelaan Nelayan KNTI
  • Martin Hadiwinata

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!