OPINI

Bertoleransi Secara Nyata

Ilustrasi: Toleransi

Pluralisme dalam aksi. Inilah kunci kemenangan Abdul Rosyid Wahab di Maarif Award 2018. Penghargaan dari Maarif Institute ini ditujukan bagi tokoh atau lembaga yang berkomitmen pada toleransi; yang tak sebatas kata-kata, tapi terwujud nyata.

Abdul Rosyid Wahab adalah tokoh Islam di Kabupaten Sikka, Nusa Tenggara Timur. Ketika ada ketegangan antara Islam dan Kristen pada 1995, Rosyid pegang peranan penting untuk mencegah konflik. Api dalam sekam tak jadi membakar dan berhasil dipadamkan. Pengurus MUI dan Muhammadiyah ini juga pelopor pembangunan sekolah Muhammadiyah - sebuah sekolah Islam yang mayoritas muridnya beragama Katolik.


Tak perlu jadi tokoh agama untuk mewujudkan pluralisme dalam aksi. Di Jakarta ada Wisata Bhinneka, yang mengajak peserta tur untuk berkunjung ke berbagai rumah ibadah. Kalau di bangku sekolah, kita sebatas menghafal nama-nama tempat ibadah, maka di sini kita bisa masuk ke tempat ibadah, melihat langsung dan berkenalan dengan pemeluk agama lain. Atau rombongan Peace Train Indonesia yang sudah keliling berbagai kota. Mereka mengajak anak muda mengunjungi komunitas agama, penggerak perdamaian, rumah ibadah serta tokoh penggerak toleransi di berbagai daerah.


Survei Varkey Foundation tahun lalu menyebut Generasi Z Indonesia menganggap komitmen terhadap agama sangat penting. Mereka ini anak muda yang lahir dan besar di era digital. Sementara kita tahu, di dunia digital menyelinap ide-ide radikal di banyak ruang gelap. Karena itu penting untuk menghadirkan pengalaman nyata soal toleransi yang melampaui selembar kertas atau layar gawai. Lewat pengalaman, jembatan antarperbedaan dibangun untuk memperkuat pondasi keberagaman kita.

  • Abdul Rosyid Wahab
  • Maarif Award 2018 pluralisme
  • sekolah Islam mayoritas muridnya katolik

Komentar (1)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!

  • Roys6 years ago

    TOLERANSI Perhatikan bebatuan di bumi ini, amati, alaminya tidak ada satu pun yang sama persis bentuk dan komposisinya, perhatikan dedaunan dan bunga-bungaan di sekitar kita, tidak ada yang benar2 sama, pasti ada bedanya barang sedikit. Adik kakak lahir kembar saja pasti berbeda, baik fisik maupun sifatnya. Bayangkan jika Tuhan menciptakan kita semua sama persis tidak ada bedanya sedikitpun juga, seperti barang ciptaan pabrik/manusia yang sama persis.... Selain membosankan dan tidak indah, sesuatu yang sama persis itu pasti tidak unik/ spesial. Justru karena tidak ada yang sama persis itulah di alam ini maka semuanya menjadi indah dan saling melengkapi, seperti harmoni aransemen nada2 dalam musik yang indah. Bayangkan jika sebuah lagu hanya terdiri dari satu buah nada saja, Dooo.... doooo,... doooooo sepanjang lagu, atau nada yang dimainkan sembarangan acak-acakan sehingga kita malah sakit telinga mendengarnya. Begitu pulalah kita semua, manusia, yg diciptakan Tuhan berbeda satu dengan lainnya... lengkap dengan hati yang juga diciptakanNya unik satu dengan lainnya, yang seharusnya saling melengkapi, membentuk harmoni kehidupan yang indah sesuai menurut kehendakNya. Toleransi, saling menghargai dan menghormati satu dengan lainnya justru karena kita semua berbeda, tidak ada yang sama, adalah sesuatu yang alami dan sudah seharusnya yang dikehendaki oleh Sang Pencipta. Hanya dengan demikianlah dunia ini akan menjadi semakin indah,.. perbedaan untuk saling melengkapi bukan saling mencela/ menyakiti/ menjatuhkan.