HEADLINE
Rangkaian Kekerasan di Papua, Elsham: Arahnya Konflik Antar-Warga
"“Kita melihat ini ada upaya pengkondisian wilayah seperti tahun 2012. Ada yang ingin membuat Papua kembali tidak terlihat nyaman.""
Rafik Maeilana, Dian Kurniati
KBR, Jakarta– Direktur Lembaga Studi dan Advokasi Hak Asasi Manusia (Elsham) Papua, Ferry Marisan menilai kasus pembunuhan misterius di Papua, sebagai bagian dari operasi cipta kondisi. Menurut dia, sejumlah kasus kekerasan sejak April hingga Mei, dilakukan agar Papua terlihat tidak aman bagi warga di luar Papua.
Fery menjelaskan, dari lima orang korban dalam kasus ini, semuanya adalah warga pendatang. Ia menilai, kasus ini seperti kasus cipta kondisi pada 2012. Saat itu serangkaian kasus kekerasan dimunculkan untuk membuat ketegangan di Papua.
“Kita melihat ini ada upaya pengkondisian wilayah seperti tahun 2012. Ada yang ingin membuat Papua kembali tidak terlihat nyaman. Kita melihat ini arahnya akan menjadi konflik horizontal antara Papua dan bukan Papua. Karena kami melihat korbannya bukan orang Papua,” katanya saat dihubungi KBR, Senin (22/05).
Fery melihat serangkaian pembunuhan misterius ini terjadi pasca sidang UPR (Universal Periodic Review) di Jenewa, Swiss. Usai sidang tahunan itu, kasus pembunuhan di Papua mencuat dan menjadi sorotan.
“Kita berpikir ini salah satu bagian strategi dari orang-orang yang tidak menghendaki Papua itu sebagai Papua yang aman dan damai. Oknum itu mungkin tidak menginginkan banyak orang asing masuk ke daerah Papua, seperti wartawan asing kan, tidak boleh memang,” jelasnya.
Fery mengimbau semua warga agar berhati-hati.
“Sekarang kita masih diskusi soal ini, kita minta warga berhati-hati dulu. Kalau bisa jangan keluar malam dulu. Nanti kita akan keluarkan siaran pers, dan meminta yang berwenang menuntaskan kasus ini,” pungkasnya.
Pandangan berbeda disampaikan Kepala Kantor Komnas HAM Perwakilan Papua Frits Ramandey. Kata dia, hasil penelitian sementara soal kekerasan yang terjadi di beberapa kota di Papua tak saling berkiatan.
Frits mengatakan, lembaganya telah membentuk tim untuk menyelidiki sejumlah kekerasan yang terjadi di Kota Jayapura, Buper Waena Distrik Heram, dan Distrik Sentani Timur. Menurut Frits, timnya akan terus bekerja hingga seluruh kasus kekerasan hingga pembunuhan itu terselesaikan.
"Kasus kekerasan, pembunuhan di Sentani, penikaman dan pembunuhan di Buper. Komnas membentuk tim, melakukan pendalaman, dan memang motifnya ini kriminal, yang berdiri terpisah-pisah antara satu kejadian dengan kejadian lain. Rata-rata motifnya orang dipengaruhi minuman keras dan narkoba," kata Frits kepada KBR, Senin (22/05/2017).
Frits berujar, lembaganya terus berkoordinasi dengan Polda Papua untuk menyelesaikan kasus-kasus kekerasan di Papua. Dia berkata, Komnas rutin melaporkan temuannya soal kekerasan tersebut kepada Kepolisian, hingga kemudian polisilah yang akan menangkap pelakunya.
Menanggapi sejumlah kasus kekerasan itu Kepolisian Daerah Papua membantah ada kepentingan dan
motif politik. Menurut Juru bicara Polda Papua Ahmad Mustafa Kamal,
rentetan pembunuhan, penganiayaan dan pencurian dengan kekerasan murni
karena masalah kriminal. Kata dia, hal itu disebabkan ada
kesenjangan ekonomi yang selalu terjadi di kota-kota besar.
"Tidak ada kepentingan besar atau siapa pun. Ini hanya kepentingan untuk
perutnya sendiri, pidana murni ini. Karena beberapa orang yang
tertangkap dan sekarang menjadi DPO itu juga tidak saling terkait. Apa
karena ada motif politik? Bukan dan tidak ada motif politik jadi jangan
dicampur-adukkan dengan kepentingan-kepentingan lain, ini kriminal
murni. Kami berharap semua komponen masyarakat bersatu padu untuk
menciptakan rasa aman dan nyaman kepada masyarakat," ujar Juru bicara
Polda Papua Ahmad Mustafa Kamal saat dihubungi KBR, Senin (22/5/2017).
Juru bicara Polda Papua Ahmad Mustafa Kamal menambahkan, kepolisian juga
terus mengungkap rentetan kasus pembunuhan dan penganiayaan di
Jayapura. Kata dia, hingga kini hanya kasus pembunuhan perempuan di
Kampung Netar Distrik Sentani Timur. Kata dia, kepolisian kesulitan
karena tidak ada saksi yang menyaksikan penganiayaan tersebut.
"Jadi kasus untuk ibu saja yang belum terungkap. Satu karena waktu
kejadiannya dini hari, belum dapat petunjuk sama sekali. Saksi mata
belum dapat petunjuk. Kedua, sepeda motornya belum kita temukan. Setelah
kejadian kita melakukan razia di beberapa titik di pintu keluar dan
perbatasan antara Jayapura dan Sentani serta perbatasan Jayapura dengan
Papua Nugini," ujarnya.
Beberapa kekerasan dan pembunuhan terjadi di berbagai wilayah di
Papua, sejak Maret hingga Mei 2017. Pada 20 Maret 2017, terjadi
kekerasan di Kota Jayapura, hingga menyebabkan lima orang tewas. Sebulan
kemudian, pada 30 April 2017, seorang pria bernama Andre Marweri
ditemukan tewas dengan luka bacokan, di Lapangan Buper Waena, Distrik
Heram.
Selanjutnya, Kamis 11 Mei 2017 dini hari, dosen Universitas Cenderawasih
bernama Suwandi diserang dua orang tak dikenal hingga tewas di jalan
Buper Waena. Pada 13 Mei 2017, Fitri Diana juga tewas setelah dihadang
tiga orang tak dikenal di dekat Kampung Netar Distrik Sentani Timur.
Selain itu, pada 19 Mei 2017, ditemukan mayat perempuan di dalam parit
tepat di depan PLTD Waena.
Editor: Rony Sitanggang
- Papua
- Juru bicara Polda Papua Ahmad Mustafa Kamal
Komentar (0)
KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!