BERITA

Lahan Perhutani Jadi Pertanian Ilegal, Walhi Jatim: Harus Dibongkar Pelakunya

Lahan Perhutani Jadi Pertanian Ilegal, Walhi Jatim: Harus Dibongkar Pelakunya

KBR, Bondowoso - LSM Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Jawa Timur mendesak Perum Perhutani KPH Bondowoso membongkar keterlibatan pihak tertentu terkait alih fungsi lahan di lereng pegunungan Ijen.

Direktur Eksekutif Walhi Jawa Timur, Ony Mahardika mengatakan, alih fungsi hutan menjadi pertanian di lereng Ijen mencapai 800 hektar. Karenanya, Perhutani harus bertanggungjawab atas persoalan tersebut.


“Biang kerok persoalan hilangnya kawasan hutan itu ya Perhutani. Tentu Perhutani tidak boleh lepas tangan. Mereka pasti tahu bagaimana hutan itu dibongkar kemudian dijadikan lahan pertanian. Dan pasti mereka juga dapat setoran di bawah,” imbuh Ony Mahardika, Senin (16/5/2016).


Ia juga mengatakan, jika saja Perhutani mengawasi dengan ketat maka alih fungsi lahan itu bisa diminimalisir. Dia pun ragu kalau Perhutani mengaku tidak mengetahui masalah ini.


“Perhutani yang harus membongkar itu. Cari siapa dalangnya, biang keroknya, jangan hanya menyalahkan rakyat yang bekerja di lahan itu. Dari banyak kasus, kawasan hutan di atas hulu dimana – mana masyarakat hanya mengelola saja. Di balik itu ada tengkulak,” katanya.


Sekitar 800 hektar hutan di Kecamatan Sempol milik Perum Perhutani KPH Bondowoso, Jawa Timur, beralih fungsi menjadi lahan pertanian ilegal. Ratusan hektar tersebut terdiri dari Kawasan Hutan Produksi dan Kawasan Hutan Lindung.


Dampaknya, hutan yang seharusnya menjadi kawasan penopang kini dipenuhi dengan tanaman hortikultura milik masyarakat. Adapun komoditi yang ditanam antara lain Kubis, Kentang dan Wortel.





Editor: Quinawaty Pasaribu 

  • alih fungsi lahan
  • pegunungan Ijen
  • walhi jawa timur
  • Perum Perhutani KPH Bondowoso
  • Ony Mahardika

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!