BERITA
Didesak Buka Arsip Peristiwa 65, ANRI: Itu Disimpan Mabes TNI
"Kalau peristiwa 1965, Arsip Nasional tidak menyimpan dan peristiwa itu masih disimpan di Mabes TNI"
KBR,
Jakarta– Lembaga Arsip Nasional Republik Indonesia ANRI menegaskan telah
membuka seluruh dokumen terkait 1965 kepada publik. Kepala Sub Bagian Pelayanan
Arsip Nasional, Mira Puspitarini memastikan sebagian arsip terkait peristiwa 65 bisa
diperoleh masyarakat yang ingin tahu lebih jauh terkait peristiwa tersebut.
"Masyarakat
tinggal datang ke kantor kami, siapapun. Dan kami akan tunjukkan
dokumen-dokumennya," jelasnya.
Arsip-arsip
itu meliputi peristiwa pasca pembunuhan ketujuh jenderal, mulai dari pemakaman
tujuh jenderal hingga proses persidangan terhadap tokoh Partai Komunis
Indonesia, Untung.
Mira
menambahkan untuk peristiwa penculikan ketujuh jenderal yang kemudian dibunuh,
hingga ini masih disimpan oleh pihak TNI.
"Bukan
peristiwanya. Jadi arsip-arsip terkait partai-partai underbow-nya PKI yang kami
miliki. Kalau peristiwa 1965, Arsip Nasional tidak menyimpan dan peristiwa itu
masih disimpan di Mabes TNI," katanya.
Sebelumnya, masyarakat Literasi Yogyakarta (MLY) mendesak lembaga Arsip Nasional Republik Indonesia (ANRI) membuka secara bebas arsip-arsip negara terkait tragedi 1965 dan pelanggaran HAM lainnya.
(Baca juga: Masyarakat Literasi Yogjakarta: Buka Arsip Terkait Peristiwa 65! )
Koordinator
Lapangan Aksi MLY, Faiz Ahsoul, kebebasan masyarakat dijamin oleh konstitusi
untuk belajar soal sejarah masa lalu. Kata Faiz selama ini pengetahuan soal
buku-buku sejarah tersebut tidak dipahami masyarakat termasuk aparat yang
melakukan sweping.
"Buka arsip terkait dokumen 65-66 dan pelanggaran HAM berat. Karena selama ini kan akses ke sana cukup susah, tidak semua peneliti bisa mengakses ke sana secara mudah," kata Faiz kepada KBR.
Editor: Malika
- arsip nasional
- ANRI
- dokumen65
- tragedi65
Komentar (0)
KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!