BERITA

Polisi Selidiki Motif Kematian Gajah di TN Leuser

Polisi Selidiki Motif Kematian Gajah di TN Leuser


KBR, Gayo Lues – Kepolisian Resort Gayo Lues masih menyelidiki motif kasus kematian gajah di area Taman Nasional Gunung Leuser (TNGL). Pemeriksaan terhadap dua saksi untuk menggali keterangan dan penyebab kematian juga sudah dilakukan. Kedua saksi yaitu staf TNGL, Muhammad Amin (25 th) dan staf WWF Indonesia, Tarmizi (30 th).

Kapolsek Pining Yulizan mengatakan, informasi dari keduanya dibutuhkan untuk mengusut kematian gajah di Duzun Munte, Desa Ekan, Kecamatan Pining. Kini polisi tengah mengembangkan keterangan saksi dan sejumlah temuan dari Tempat Kejadian Perkara (TKP).


"Kalau bekas jerat dan luka tembak tidak ada. Mungkin kalau tidak diracun ya tentu keracunan kan begitu. Kalau diracun pasti ada orangnya," terang Yulizan saat dihubungi KBR, Minggu (23/4/2017).


Yulizan menambahkan, hasil penyelidikan sementara menunjukkan gajah yang mati adalah gajah jantan berusia sekitar 25 tahun. Kendati, sebelumnya keterangan saksi Muhammad Amin menyebut bahwa gajah yang mati berkelamin betina.

Baca juga:

    <li><b><a href="http://kbr.id/berita/04-2017/gajah_mati_di_area_taman_nasional_gunung_leuser_diduga_karena_diracun/89851.html">Gajah Mati di Area TN Leuser Diduga Diracun</a></b> </li>
    
    <li><b><a href="http://kbr.id/berita/01-2017/perusahaan_hti_di_jambi_tak_kunjung_buat_koridor_gajah/88230.html">Habitat Gajah Terganggu</a></b> </li></ul>
    

    Kata dia, tidak ditemukan pula luka tembak ataupun jeratan pada hewan berbelalai tersebut.

    "Yang belum kami pastikan apakah gajah itu dibunuh untuk mendapatkan gading atau gajah itu sudah mati kemudian gadingnya diambil."


    Ia pun tak mau tergesa menyimpulkan penyebab kematian meski hasil visum dari dokter di Medan telah keluar. Polisi terlebih dulu akan meneliti jasad gajah jantan itu ke laboratorium.


    "Makanya dikirim ke laboratorium dulu. Kematiannya diperkirakan sudah 6 hari. Sedangkan untuk anak gajah itu sudah besar, juga jantan. Gading kira-kira sudah tumbuh panjangnya 10 centimeter," terang Yulizan.



    Belalai dan Gading, Hilang


    Olah TKP kasus kematian gajah ini melibatkan seluruh pihak mulai dari dokter hewan dan ahli dari laboratorium Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) dan WWF Indonesia. Adapun sampel yang diambil di TKP kematian gajah di antaranya lidah gajah, jantung, hati, limpa, kotoran, usus, dinding usus, dan kain di dalam usus.


    Namun begitu, Kepala BKSDA Aceh, Sapto Ari Prabowo mengungkapkan dua organ tubuh berupa belalai dan gading sepanjang 1 meter tak lagi ditemukan di TKP. Dia pun memperkirakan, gajah tersebut tewas diracun.


    "Kami bawa sejumlah sampel di TKP ke laboratorium khusus hewan di Bogor atau bila perlu ke Laboratorium Mabes Polri. Kami ingin lihat hasilnya seperti apa nanti," tutur Sapto Ari.

    Baca juga:

      <li><b><a href="http://kbr.id/berita/03-2017/kejagung_wildlife_conservation_perkuat_kemampuan_jaksa_tangani_perdagangan_satwa_liar/89029.html">Penguatan Kemampuan Jaksa Tangani Perdagangan Satwa Liar</a></b> </li>
      
      <li><b><a href="http://kbr.id/berita/11-2016/serahkan_petisi__geram_desak_jokowi_lindungi_ekosistem_leuser/86455.html">Perlindungan Ekosistem Leuser</a></b> </li></ul>
      

      Dia menambahkan, ketika tim turun kembali untuk melakukan visum dan otopsi, ternyata anak gajah usia sekitar tujuh tahun itu telah pulang ke habitatnya. Menurut Sapto Ari, anak gajah itu kembali ke hutan belantara bersama kawanan gajah liar lain.

      Jarak TKP matinya gajah jantan itu sekitar 20 kilometer dari area Taman Nasional Gunung Leuser.


      "Ini kasus matinya gajah sejak 2017 sudah 2 kasus, pertama di Aceh Timur dan kedua di sini Gayo Lues," pungkasnya.





      Editor: Nurika Manan

  • kawasan leuser
  • Taman Nasional Gunung Leuser
  • Gajah Mati
  • perburuan gading
  • gading
  • Gajah

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!