BERITA

Peneliti UGM: KPK Tidak Perlu Ladeni Hak Angket DPR

Peneliti UGM: KPK Tidak Perlu Ladeni Hak Angket DPR


KBR, Yogyakarta - Peneliti Pusat Kajian Anti Korupsi (Pukat) Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada Hifdzil Alim menilai lolosnya usulan hak angket terhadap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menandakan para politisi di DPR sedang ketakutan.

Hifdzil mengatakan para politisi maupun partai di DPR merasa terancam kredibilitasnya dengan langkah KPK yang saat ini sedang mengusut dugaan korupsi megaproyek pengadaan Kartu Tanda Penduduk (KTP) elektronik yang terjadi 2010-2012 lalu. Kasus itu, kata Hifdzil, melibatkan banyak nama dan partai di DPR.


"Publik tahu nama-nama yang disebut Miryam dalam perkara e-KTP. Pasti itu menurunkan kredibilitas dan elektabilitas dia di Pemilu 2019. Ini sangat merugikan," kata Hifdzil Alim di kantor PUKAT UGM Yogyakarta, Jumat (28/4/2017).


Hifdzil Alim mengatakan hak angket yang diusulkan politisi DPR merupakan akal-akalan untuk mengetahui posisi mereka pada perkara KTP elektronik, apakah terseret atau tidak.


"Jadi, ada dua ketakutan. Pertama ketakutan elektabilitas menurun karena namanya dibuka di publik. Kedua, kemungkinan mereka harus menghadapi konsekuensi hukum dalam perkara ini," tambah Hifdzil.


Baca juga:


Usulan penggunaan hak angket itu diajukan oleh puluhan anggota Komisi III DPR, dengan tujuan memaksa KPK membuka rekaman pemeriksaan terhadap anggota DPR dari Partai Hanura Miryam S Haryani. Para pengusul tidak percaya dengan keterangan penyidik KPK Novel Baswedan bahwa Miryam diancam enam anggota DPR supaya tidak membongkar skandal korupsi proyek KTP elektronik. KPK sudah memutuskan tidak akan membuka rekaman pemeriksaan Miryam.

 

Hifdzil mengatakan melalui hak angket itu politisi di DPR ingin memaksa KPK membuka Berkas Acara Pemeriksaan (BAP) Miryam S Haryani. Termasuk untuk mengetahui siapa saja yang mengancam Miryam supaya tidak membeber perkara KTP elektronik.


"Ini ibarat pepatah Jawa 'nabok nyilih tangan', pinjam tangan KPK untuk membuka berkas penyidikan itu. Kalau sudah terjadi begitu, maka yang akan disalahkan karena membuka BAP nanti adalah KPK. Resiko dialihkan ke KPK, bukan anggota Dewan. Menurut ini akal-akalan politik DPR," kata Hifdzil.


Ia menilai penggunaan hak angket oleh politisi di DPR terhadap KPK merupakan salah alamat. Jika hak angket tetap dilaksanakan, Hifdzil menyarankan KPK mengajukan sengketa kewenangan ke Mahkamah Konstiusi. Ia beralasan sesuai aturan perundangan, hak angket seharusnya ditujukan kepada pemerintah, bukan lembaga penegak hukum independen seperti KPK.


"Ini adalah serangan balik dari DPR karena diduga ada yang tersangkut korupsi e-KTP. KPK kerja direcoki terus. KPK tidak ada beban harus menuruti keinginan DPR," tutup Hifdzil.


Baca juga:


Editor: Agus Luqman 

  • hak angket e-ktp
  • DPR
  • KPK
  • korupsi
  • e-KTP
  • korupsi e-ktp
  • tersangka e-KTP
  • Miryam S Haryani

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!