HEADLINE

Korupsi BLBI, Kwik: Sudah ada yang Memperingatkan

Korupsi BLBI, Kwik: Sudah ada yang Memperingatkan


KBR, Jakarta- Bekas Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Kwik Kian Gie menyebut ada rancangan induk  dalam praktek korupsi Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI). Menurut dia, dalam kabinet pemerintahan Gus Dur ada perbedaan pendapat soal penyehatan ekonomi dengan pemberian suntikan dana kepada perbankan bermasalah.

Kata dia, korupsi dana likuiditas BLBI itu terjadi karena ada kebijakan yang salah.

"(Ada grand design dari pemerintah soal SKL?) Lho memang, tetapi yang diartikan kebijakan itukan disusun dengan akal sehat dan logis dan berpengetahuan. Sekarang, kalau di dalam pemerintahan sendiri ada dua pendapat. Ada orang yang mengatakan ini tidak masuk akal dengan argumentasi yang kuat toh tidak digubris.  (Siapa itu menterinya?) Ya saya tidak bisa mengungkap," jelas bekas Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Kwik Kian Gie saat dihubungi KBR, Rabu (26/4/2017).


Bekas Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Kwik Kian Gie menambahkan, penggelapan dana pemerintah dalam bantuan likuiditas perbankan itu memiliki beberapa modus. Misalnya seperti bantuan yang kemudian dikonversikan menjadi penyertaan modal pada perbankan bermasalah serta tambahan bantuan dana untuk penyehatan bank.


"Karena bank itu rusak dan harus disehatkan, caranya menyehatkan kan diinjeksi dengan uang, tanam modal. Waktu modal tidak ada, diinjeksi dengan surat utang negara. Surat Utang Negara yang dimiliki bank memberikan hak untuk menerima bunga. Karena negara hutang kan bayar bunga, bunganya dicocokkan persis dengan kerugiannya supaya manajemen bank tidak gugup tiap kali mengalami kerugian," ujar Kwik.

Kata Kwik, banyak bank-bank yang memiliki surat tagihan berlebih, sehingga negara membayar bunga melebihi kerugian bank. Selanjutnya bank itu dijual   dengan harga murah.

"Itu sudah ada yang memperingatkan, tetapi tidak peduli tetap dilakukan karena perintah IMF," katanya.

Sementara itu pengamat kebijakan publik Agus Pambagio menyatakan penyusun kebijakan tidak bisa dianggap bertanggung jawab jika terjadi korupsi dalam pelaksanaannya.  Agus menanggapi pernyataan Presiden Joko Widodo bahwa kebijakan BLBI harus dibedakan dari implementasinya.

 

Kata Agus, produk kebijakan sudah sah lewat proses pembuatannya. Sehingga yang perlu dihukum hanyalah orang yang memanfaatkan kebijakan itu untuk kepentingan pribadi.


“Kebijakan salah atau tidak kan pada pelaksanaanya. Pada saat dibuat kan sudah disinkronisasikan. Jadi dia tidak salah sebagai kebijakan ketika disahkan oleh pemerintah,” tandasnya kepada KBR, Rabu (26/4/2017) malam.

 

Agus melanjutkan, “kan ini pemerintah yang mengeluarkan dan mengatur. Ketika diimplementasikan, dimanfaatkan secara ya salah, ya yang memeanfaatkan secara salah itu yang harus dihukum."

 

Agus menjelaskan, sebuah kebijakan bisa saja salah dalam implementasinya namun tidak dikorupsi dan sebaliknya.

“Tidak semua kebijakan kalau salah jadi koruptif,” kata dia lagi.

 

Dia menegaskan, sebuah kebijakan bukanlah tanggung jawab satu orang. Sehingga akan sulit jika menyeret seseorang karena sebuah langkah pemerintah dianggap keliru.

 

"Peraturan kan sudah dibahas dan tidak dibuat oleh satu orang. Kalau UU-nya sudah ada, berarti atas persetujuan DPR. Lalu ada PP atau Perpres-nya, kan pemerintah yang buat," pungkasnya.


Editor: Rony Sitanggang

  • kwik kian gie
  • Korupsi BLBI
  • pengamat kebijakan publik Agus Pambagio

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!