BERITA

Jatam Temukan Modus Salin Rekat Amdal Tambang Batubara di Kaltara

""Jadi ada nama perusahaan lain di bawahnya, yaitu PT. Mustika Persada Raya. Di lembar paling bawah itu kan ada nama perusahaannya""

Jatam Temukan Modus Salin Rekat Amdal Tambang Batubara di Kaltara
Tambang batubara PT. Mitrabara Adiperdana di Malinau, Kaltara. (Sumber: Situs MA)


KBR, Jakarta- Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) melaporkan dugaan salin rekat Analisa Mengenai Dampak Lingkungan (Amdal)   PT Mitrabara Adiperdana, perusahaan tambang batu bara di Malinau Selatan, Kalimantan Utara, kepada Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK). Peneliti JATAM Awliya Syahbanu   menemukan nama perusahaan lain dalam dokumen Amdal milik perusahaan terbuka tersebut.

Kata dia, jika dokumen itu hanya salinan akan berpotensi melanggar UU Lingkungan Hidup. Dia meminta KLHK mengusut dokumen itu dan mencabut izin lingkungan PT MA jika terbukti melanggar.

"Jadi ada nama perusahaan lain di bawahnya, yaitu PT. Mustika Persada Raya. Di lembar paling bawah itu kan ada nama perusahaannya, tapi di situ malah perusahaan lain,"  katanya kepada KBR, Selasa (25/4/2017) malam.


PT Mitrabara Adiperdana beroperasi di lahan seluas 1.930 Ha. Perusahaan ini telah meningkatkan produksi dari 500 ribu ton per tahun menjadi 4 juta ton per tahun  di area seluas 1.930 Ha. Dari keseluruhan ekspor PT MA, sebesar 37,7 6% dialokasikan untuk Idemitsu Kosan, perusahaan Jepang yang bergerak di bidang energi dan tambang.


Jatam juga mengadukan pencemaran lingkungan oleh perusahaan itu.  Ini lantaran air Sungai Malinau kini berubah warnanya jadi coklat dalam waktu sepuluh tahun terakhir. Padahal, air sungai itu digunakan warga untuk keperluan sehari-hari. Sementara itu, air di perkebunan warga menjadi berkurang. Di sisi lain, warga juga mengeluhkan debu yang mengotori udara. Bahkan sejumlah anak terkena infeksi saluran pernafasan akut (ISPA).


Idemitsu Kosan mendapatkan dana dari The Japan Bank for International Cooperation (JBIC) ketika mengakuisisi saham PT MA. Karena itu, Jatam juga mendesak JBIC dan Pemerintah Jepang menghentikan pembiayaan energi kotor batubara di Malinau.


Editor: R0ny Sitanggang

  • Peneliti JATAM Awliya Syahbanu

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!