BERITA

ICJR: Tolak Grasi Terpidana Mati, Presiden Abaikan Unsur Kemanusiaan

" LSM pemerhati hukum Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) menilai Presiden Joko Widodo mengabaikan unsur kemanusiaan dalam menolak permohonan grasi semua terpidana mati narkoba. "

ICJR: Tolak Grasi Terpidana Mati, Presiden Abaikan Unsur Kemanusiaan
Ilustrasi

KBR, Jakarta– LSM pemerhati hukum Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) menilai Presiden Joko Widodo mengabaikan unsur kemanusiaan dalam menolak permohonan grasi semua terpidana mati narkoba.

Menurut Ketua Dewan Pengawas ICJR Ifdhal Kasim, seharusnya Jokowi melihat satu persatu kasus individu yang mengajukan grasi. Tidak langsung menolak semua permohonan grasi karena alasan Indonesia darurat narkoba. Karena beratnya suatu kasus narkoba yang satu dengan yang lain tak bisa disamaratakan.

“Alasan darurat narkoba itu mengabaikan satu prinsip dalam pemberian grasi. Yaitu prinsip kehati-hatian dan memperhatikan spesifikasi dari tiap-tiap kasus. Karena disitulah unsur kemanusiaan yang harus diberikan oleh seorang presiden terhadap orang yang memohon grasi itu,” kata Ifdhal dalam diskusi “Kerentanan Sistem Peradilan Pidana: Memotret Implementasi Prinsip Fair Trial bagi Terpidana Mati, di Jakarta, Minggu (12/4).


Ifdhal menganggap Jokowi menyalahi prinsip pemberian grasi dan meminta presiden melakukan moratorium eksekusi bagi terpidana mati.

Sebelumnya, Kamis pekan lalu, sejumlah LSM bersama duo Bali Nine menggugat Undang-undang (UU) Grasi ke Mahkamah Konstitusi (MK). Mereka meminta agar MK bisa merevisi UU yang mengatur supaya presiden melakukan kajian bersama dalam memberikan putusan grasi. Juru Bicara pemohon Inneke Kusuma Dewi mengatakan, presiden tidak boleh memutuskan pengajuan grasi dari terpidana secara sepihak.

Editor: Dimas Rizky

  • hukuman mati
  • president
  • Terpidana Mati
  • grasi

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!