BERITA

Menteri Agraria Ngotot Lahan Sengketa Teluk Jambe bukan Kawasan Hutan

Menteri Agraria Ngotot Lahan Sengketa Teluk Jambe bukan Kawasan Hutan


KBR, Jakarta- Menteri Agraria dan Tata Ruang/ Badan Pertahan Nasional (ATR-BPN), Sofyan Djalil bersikukuh lahan sengketa di Teluk Jambe, Karawang bukan kawasan hutan.

Lahan seluas 700 hektar itu menjadi sengketa antara warga Kecamatan Teluk Jambe Barat dengan perusahaan pengembang PT Pertiwi Lestari.


Menteri Sofyan Djalil menegaskan lahan yang disengketakan itu merupakan bekas tanah hak erfpacht (hak usaha) pada masa penjajahan Belanda.


"Kementerian Kehutanan mengatakan itu adalah wilayah hutan, sedangkan Kementerian Agraria telah mengeluarkan sertifikat. Menurut Agraria itu bukan kawasan perhutanan, karena dulu itu bekas tanah erfpacht. Erfpacht itu artinya dari zaman Belanda bukan kawasan hutan lagi. Karena Belanda tidak pernah mengeluarkan erfpacht dalam hutan. Jadi nanti (penyelesaiannya) tergantung peta mana yang digunakan," kata Menteri Sofyan di Jakarta, Minggu (26/3/2017).


Baca juga:


Sofyan mengatakan, penyelesaian sengketa lahan di Teluk Jambe ini menjadi perhatian paling tinggi di Kementerian Agraria. Ia mengaku berkali-kali dipanggil Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres) dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) untuk menjelaskan sengketa lahan ini.


Saat ini Kementrian Agraria/Badan Pertanahan Nasional (BPN) bersama Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) sedang mencari solusi untuk menyelesaikan masalah ini.


Sofyan mengatakan, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) juga dilibatkan dalam penyelesaian sengketa lahan di Teluk Jambe tersebut.


"Progresnya masih seperti itu, bahkan KPK ikut turun ke lapangan," kata Sofyan.


Baca juga:


Editor: Agus Luqman 

  • teluk jambe
  • karawang
  • jawa barat
  • Kementerian Agraria dan Tata Ruang
  • badan pertanahan nasional
  • BPN
  • KLHK

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!