OPINI

Hak Disabilitas

PPUA Penca desak KPU revisi keputusan juknis

Ribuan penyandang disabilitas di Bandung, Jawa Barat mengancam tidak menggunakan hak pilih mereka dalam pemilihan kepala daerah serentak pada 27 Juni mendatang. Ancaman itu terkait keluarnya keputusan Komisi Pemilihan Umum (KPU)  yang dinilai mendiskriminasi penyandang disabilitas. Pada Desember lalu KPU mengeluarkan Petunjuk Teknis  Standar Kemampuan Jasmani dan Rohani serta Standar Pemeriksaan Jasmani, Rohani dan Bebas Narkoba.

Kecaman tak hanya datang dari Bandung. Penolakan serupa juga disuarakan penyandang disabilitas di berbagai daerah. Keputusan penyelenggara pemilu yang sungguh merugikan penyandang disabilitas  karena memasukkan dalam kategori tidak memiliki kemampuan untuk melaksanakan tugas sebagai kepala daerah baik bupati, wali kota atau gubernur. 

Sesat sejak dalam pikiran, berujung pada aturan yang merugikan kelompok di masyarakat. Aturan menyebut mereka yang kehilangan hak dipilih adalah terpidana yang tengah menjalani hukuman. Keluarnya aturan KPU sama saja mensejajarkan penyandang disabilitas dengan para orang hukuman. 

Aturan itu juga bertentangan dengan semangat Undang-Undang Pemilu yang berupaya memenuhi hak penyandang disabilitas. Dalam penjelasan misalnya disebutkan, disabilitas atau cacat tak termasuk kategori tidak mampu secara jasmani dan rohani. Ini artinya negara memberi jaminan setiap warganya mendapat hak yang sama untuk mencalonkan diri atau dicalonkan sebagai kepala daerah.

Itu sebab para aktivis disabilitas mendesak KPU segera merevisi aturan tersebut. Selain itu melibatkan kelompok penyandang disabilitas saat melakukan perubahan. Pelibatan penting agar tak sesat pikir sehingga merugikan hak warga untuk dipilih.   

 

  • penyandang disabilitas
  • juknis KPU
  • diskriminasi penyandang disabilitas
  • pilkada 2018

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!