BERITA
Pemprov Sumut Desak Pemkab Langkat Tuntaskan Konflik Lahan di Desa Mekar Jaya
""Supaya Pemkab melakukan upaya-upaya penyelesaian kalau seandainya ada konflik, sambil berkoordinasi dengan BPN""
Rio Tuasikal, Eli Kamilah
KBR, Jakarta- Pemprov Sumatera Utara akan mengecek langkah-langkah penyelesaian
konflik yang telah dilakukan Pemkab Langkat terkait sengketa lahan di
kabupaten tersebut. Hal ini dinyatakan usai PT Langkat Nusantara Kepong
(LNK) menggusur lahan petani di desa Mekar Jaya.
Kepala Bagian Kawasan Khusus dan Pertanahan Pemprov Sumatera Utara,
Parlin Hutagaol, menyatakan November lalu sudah menyurati
Pemkab terkait penyelesaian konflik. Kata dia, hingga kini surat itu belum mendapat jawaban.
Parlin menegaskan, Pemkab berkewajiban
menjaga agar tidak ada konflik antara perusahaan dan masyarakat.
"Jadi saya tanya dan komunikasikan dulu, untuk mempertanyakan apa
langkah-langkah Pemkab," ungkapnya kepada KBR, Selasa (3/1/2017) malam.
"Supaya Pemkab melakukan upaya-upaya penyelesaian kalau seandainya ada
konflik, sambil berkoordinasi dengan BPN (Langkat) sana," terangnya
lagi.
Parlin menambahkan, Pemkab telah melakukan berbagai upaya mediasi. Kata
dia, Pemkab bahkan sudah bermediasi ke DPR RI. Namun segala upaya itu
buntu karena perusahaan dan masyarakat tetap bersikukuh tentang
kepemilikan lahan. Kata dia, konflik ini akan terus terjadi selama akar
masalah itu masih terjadi.
"Ini tidak menyelesaikan akar masalah," kata dia lagi.
Sementara itu, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Sumatera Utara (DPRD Sumut) belum bisa mengambil tindakan apapun terkait konflik tanah antara warga Desa Mekar Jaya, Kecamatan Sei Wampu, Kabupaten Langkat, Sumatera Utara dengan PT Langkat Nusantara Kepong (LNK).
Ketua DPRD Komisi A Sarma Hutajulu mengatakan DPRD harus mengumpulkan informasi terlebih dahulu soal kronologis penggusuran lahan dan rumah warga. Baik itu dari laporan dari warga ataupun dari perusahaan. DPRD akhir bulan ini menjadwal ulang pemanggilan pihak yang terlibat, seperti warga, PTPN II, BPN Sumut dan Langkat, Polres Langkat dan Pemkab Langkat. DPRD akan bertindak jika sudah ada hasil dari pemanggilan tersebut.
"Sampai sekarang kita belum terima laporan dari warga. Saya tadi dapat laporan hanya alat berat ada di lapangan. tapi detail ada di lapangan atau lainnya saya belum update. (Ke lapangan gimana?) belum ada rencana. Karena kita sudah pernah ke sana," ujarnya.
Sarma mengaku belum mendapat laporan soal adanya penggusuran hari ini dan besok.
"Bagaimana kami melakukan tindakan, bahwa kami mendapat laporan dari warga. Kronolgis tadi sudah komunikasikan dengan Kapolres dan Wakapolda,"ungkapnya.
Sebelumnya, PT Langkat Nusantara Kepong (LNK) dijaga kepolisian telah menggusur paksa 40-an rumah dan 50-an hektar lahan hari ini. Saat ini tersisa 30-an hektar lahan yang belum digusur. Penggusuran ini sempat mendapat penolakan dari warga. Namun warga akhirnya menyerah karena takut bentrok fisik November lalu terulang.
PT Langkat Nusantara Kepong (LNK) akan kembali menggusur lahan dan rumah petani di Desa Mekar Jaya, Kecamatan Sei Wampu, Kabupaten Langkat, Sumatera Utara. Ketua Serikat Petani Indonesia (SPI) wilayah Langkat, Suriyono mengatakan besok, LNK akan kembali menggusur paksa rumah-rumah warga dan lahan tani mereka. Saat ini di permukiman tersisa 80an rumah tinggal.
Suriyono mengatakan warga hanya bisa pasrah melihat tanah dan rumahnya digusur. Meski sempat pasang badan, warga mengaku khawatir bentor November tahun lalu kembali terulang.
"Jam 7 mereka sudah start tadi selesai jam 17 beserta polisi. Yang tersisa rumah tinggal sekitar 80an rumah. Sedangkan lahan yang belum habis, karena besok masih berlanjut paling 30an hektar lagi," ujarnya
"Di lapangan ini sampai selesai katanya. Karena katanya mereka mau tapal batas lagi, pemaretan, penanaman. Jadi masih lama," ungkapnya.
Saat ini, kata Suriyono, 180an warga yang rumahnya hancur memilih mengungsi ke saudara mereka di desa sebelah.
"Mereka ada yang numpang ke desa tempat keluarganya," katanya.
Suriyono menambahkan hingga saat ini LNK maupun kepolisian tetap bergeming, meski warga memohon tanah mereka tidak digusur, lantaran proses hukum masih berjalan. Mereka tetap mengklaim tanah yang digunakan warga adalah tanah mereka.
"Kami tetap bertahan sekarang di sini. Karena hidup mati kami di lapangan, karena benar-benar tanah kami," ujarnya.
Suriyono pesimistis dengan keadilan dari pemerintah kabupaten. Warga kini berharap kepada pemerintah pusat. Apalagi tidak ada ganti rugi lahan tani warga yang dihancurkan.
"Semua kami mengadu ke kabupaten dan provinsi belum ada tanggapan. Itu ditandai komitemen 18 tahun. Sampai kami korban jiwa terakhir belum ada kunjungan dari pemerintah," ujarnya.
Sebelumnya, bentrok antara petani dan aparat gabungan pecah ketika PT Langkat Nusantara Kepong (LNK) masuk dan membawa alat berat, Jumat (18/11/2016) lalu.
Pengerahan pasukan tersebut terkait dengan konflik agraria yang terjadi antara petani dengan PTPN II kebun Gohor Lama yang selama ini dikelola oleh perusahaan Malaysia Langkat Nusantara Kepong (PT.LNK). Lahan seluas 554 Ha itu merupakan lahan pertanian yang kini hendak dijadikan area perluasan perkebunan sawit LNK yang diklaim masuk dalam HGU PTPN II. Padahal warga mengklaim memiliki surat-surat resmi kepemilikan tanah.
SPI mengklaim para petani sudah mengantongi surat pemberian tanah dari Gubernur Sumatera Utara tahun 1970. Di situ disebutkan lahan seluas 554 hektare itu menjadi milik petani.
Penggusuran terhenti ketika staf dari Kantor Staf Presiden (KSP) bersama pemerintah daerah berdialog. Warga pun akhirnya bisa kembali ke rumah sambil menunggu proses hukum berjalan. Warga meminta pengukuran ulang lahan yang diklaim dimiliki PT LNK.
Editor: Rony Sitanggang
- konflik lahan di langkat sumut
- PT Langkat Nusantara Kepong (LNK)
- Ketua DPRD Komisi A Sarma Hutajulu
- Kepala Bagian Kawasan Khusus dan Pertanahan Pemprov Sumatera Utara
- Parlin Hutagaol
Komentar (0)
KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!