OPINI

Demi Keselamatan Warga

Ilustrasi mitigasi bencana

Pejabat pemerintah Aceh nampaknya tak belajar dari pengalaman gempa awal Desember lalu. Saat itu gempa berkekuatan 6,5 skala Richter itu menewaskan seratus lebih jiwa, melukai 80 puluhan ribu orang, merusak dua ribuan rumah. Banyaknya korban kala itu lantaran bangunan tak tahan gempa. Rumah warga yang semuanya terbuat dari beton, ambruk. Penghuninya yang masih terlelap, tewas.  

Pasca kejadian itu, Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) menyarankan pejabat pemerintah Aceh agar membangun rumah tahan gempa. Aceh merupakan wilayah yang rawan gempa dan banyak patahan/lempeng yang tak terdeteksi Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG). Dan, apa yang terjadi di Pidie Jaya jadi buktinya.

Namun, rekomendasi BNPB dianggap angin lalu. Pelaksana Tugas (Plt) Gubernur Aceh, Soedarmo, menyebut dana bantuan untuk pembangunan kembali rumah yang rusak berat, sebesar Rp70 juta per unit, tak akan berkonsep tahan gempa. Ia berdalih tidak ada tim teknis khusus untuk mendampingi warga. Yang penting, katanya, warga bisa segera kembali ke rumah masing-masing.

Sesungguhnya, kalau Pelaksana Tugas (Plt) Gubernur Aceh, Soedarmo, betul-betul memikirkan warganya maka tak sulit mencari atau membentuk tim teknis. Atau, meniru saja rumah tahan gempa di Desa Nglepen, Yogyakarta, yang dikenal dengan nama Dome. Rumah itu berpondasi melingkar sehingga ketika ada gempa, pondasi bakal mengikuti gerakan tanah. Dan biaya membangun rumah itu sekitar Rp80 juta –tak jauh berbeda dengan dana bantuan pemberian pemda.

Ini menjadi persoalan: apakah pemda mau berpikir lebih keras tentang keselamatan warganya? Sebab biaya yang harus dikeluarkan akan lebih besar jika banyak korban jatuh, ketimbang melakukan tindakan mitigasi. 

  • mitigasi bencana
  • rumah tahan gempa
  • Plt Gubernur Aceh Soedarmo
  • Desa Nglepen Yogyakarta
  • gempa Pidie Jaya
  • Kepala Pusat Vulkanologi Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG)

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!